Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

SPBE Titik Lemah Tabung Gas

  • Rabu, 28 Juli 2010
  • 1904 kali

Kliping Berita


Oleh Shally Pristine

Banyak tabung rusak di SPBE belum ditarik.

JAKARTA -- Banyaknya kecelakaan ledakan tabung gas elpiji diduga akibat beredarnya tabung gas tak sesuai standar, bahkan palsu serta praktik pengoplosan atau penyuntikan gas yang membuat tabung gas mudah rusak. Namun, pencegahan kerusakan tabung gas tetap bisa dilakukan pemerintah dengan mengawasi secara ketat isi ulang tabung gas di Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE).

Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Sri Agustina, mengatakan, terdapat tiga aspek dalam kasus ledakan elpiji, yaitu teknis, distribusi, dan kesiapan pengguna. Dalam aspek distribusi, titik lemahnya adalah saat tabung gas diisi ulang di SPBE.

Memang sulit untuk mengetahui mana tabung gas kemasan tiga kilogram yang sudah mengalami pengoplosan atau penyuntikan di pasaran. Karena itu, pengisian ulang di SPBE menjadi krusial sebagai titik monitoring kondisi tabung setelah beredar di masyarakat. "Toh, katakanlah dalam dua minggu tabung itu akan kembali masuk ke SPBE dan diperiksa di sana. Jadi, memperpendek siklus (tabung oplosan)," kata Sri, Selasa (27/7).

Jadi, walaupun ada pengoplosan tabung elpiji, dengan pengawasan yang ketat di SPBE, kualitas dan mutu tabung di pasaran bisa tetap terjaga. Saat diisi ulang di SPBE pula pemerintah bisa sekaligus melakukan edukasi kesiapan pengguna dengan mencantumkan label cara penggunaan tabung gas elpiji yang benar. "Karena di SPBE bisa dikontrol pemerintah," kata Sri.

Pemeriksaan terhadap dua SPBE di Sukoharjo, Jawa Tengah, berhasil menemukan 13.625 tabung elpiji ukuran tiga kilogram dari program konversi minyak tanah yang rusak. "Kami juga menemukan 167 tabung tidak ber-Standar Nasional Indonesia (SNI) dan 39 tabung yang tidak sesuai bobot standar," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sukoharjo, Supangat.

Dua SPBE tersebut adalah Anugerah Terang Abadi Gasindo sebanyak 10.321 tabung elpiji dan Sarana Investama Utama sejumlah 3.305 tabung. Supangat berharap, PT Pertamina segera mengganti tabung gas yang rusak agar tidak mengganggu distribusi kepada masyarakat.

Manajer Operasional SPBE Sarana Investama Utama, Agus Dwi Prasetyo, mengaku sudah menerima pengembalian 3.344 tabung rusak dari masyarakat yang disampaikan lewat 12 agen. Setiap hari setidaknya ada 40 tabung dikembalikan dengan kerusakan akibat korosi, bocor, dan rusak pada pegangan atas serta penahan di bagian bawah.

Manajer Operasional SPBE Anugerah Terang Abadi Gasindo, Diana Ekayanti, mengaku sejak Februari lalu sudah menerima ribuan tabung rusak dari para agen. Tetapi, sampai hari ini belum diambil oleh Pertamina. Setiap hari setidaknya ada 13-18 tabung rusak dikembalikan ke SPBE yang menangani 6.500 tabung untuk 12 agen itu. "Kami sudah melapor Pertamina, tapi belum ada kepastian. Jika tabung rusak tidak segera diganti, ditakutkan mengganggu proses distribusi. Lama-kelamaan tabung kami bisa habis," keluh Diana.

Sekretaris Menteri BUMN, Said Didu, menyatakan bahwa Pertamina tidak bisa dituduh sebagai satu-satunya pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ledakan tabung gas. Menurut Said, kasus ledakan tabung gas menjadi tanggung jawab semua pihak sesuai dengan program konversi minyak tanah ke gas. "Tidak tepat jika semua kesalahan ditimpakan kepada Pertamina," kata Said.

SNI segel karet

Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk tabung gas mencakup standar untuk lima komponen, salah satunya adalah katup. Sementara itu, segel karet (rubber seal) yang merupakan bagian dari katup belum sesuai SNI. Setelah program konversi elpiji bergulir, banyak ditemukan segel yang mudah lepas dan terbuka sehingga menyebabkan kebocoran gas elpiji.

Badan Standardisasi Nasional (BSN) sedang menyusun amandemen SNI untuk segel karet tabung gas elpiji yang diharapkan selesai September mendatang. "SNI segel karet ini berbeda dari SNI tabung yang sudah wajib sejak 2008. Karena ada perbedaan proses pembuatan dan cara kerja, SNI keduanya dibedakan," kata Deputi Bidang Informasi dan Pemasyarakatan Standardisasi BSN, Dewi Odjar Ratna Komala. antara ed: rahmad budi harto

Sumber : Republika, Rabu 28 Juli 2010, hal. 1.




­