Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Pemerintah didesak tambah laboratorium uji produk

  • Senin, 07 Maret 2011
  • 1395 kali
Kliping Berita
Oleh YUSUF WALUYO JATI

JAKARTA: penyedia jasa inspeksi dan sertifikasi produk mendesak pemerintah memfasilitasi penambahan laboratorium uji standardisasi produk industri untuk meningkatkan daya saing manufaktur nasional di pasar ekspor.

Minimnya jumlah dan kemampuan laboratorium uji di dalam negeri dinilai menghambat perkembangan industri karena tidak bisa memperoleh layanan sertifikasi dan mutu produk dengan stndar yang ditentukan.

 “Investasi laboratorium sangat mahal dengan return of invesment yang rendah . Penyediaan laboratorium butuh dukungan,” kata Direktur Pengembangan  PT Sucofindo (Persero) Hardiansyah Rasjad,pekan lalu.

Selain dukungan laboratorium, lanjutnya, kapasitas perusahaan penyedia jasa inspeksi dan sertifikasi membutuhkan insentif pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan mutu dalam menghadapi sejumlah perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement).

Menurut dia, persaingan produk indutsri dalam FTA semakin ketat karena adanya pembebasan bea masuk sejumlah post tarif. Jika sistem sertifikasi  produk industri tidak siap, dia khawatir impor produk nonstandar akan merusak pasar domestik.

 “Karena itu, kami merekomendasikan pengguna standar sebagai alat untuk mengurangi membanjirnya produk impor. Sejumlah negara bahkan menerapkan konsep industri hijau yang menghasilkan barang modal dan bahan baku yang ramah lingkungan,” jelasnya.

Jika tidak memenuhi kriteria hijau, produk ekspor nasional kesulitan masuk kenegara tujuan. Sistem perdagangan bebas yang meliberalisasikan bea masuk dinilai akan  menciptakan sistem hambatan nontarif, salah satunya melalui mekanisme standar yang ketat.

Selain itu, sistem sertifikasi standar produk industri dimaksudkan untuk menghadang laju produk ilegal  yang menyusup ke pasar domestik.

Berdasarkan informasi Badan Standardisasi Nasional (BSN), sebagian dari produk China  telah menyesuaikan diri dengan spesifikasi SNI yakni sebanyk 653 sejak November 2010. Beberapa di antaranya produk elektrik , elektronik, mekanikal, dan mesin.

 Hingga saat ini, BSN telah menerbitkan sekitar 6.800 standar produk dan sekitar 250 SNI di antaranya telah berlaku wajib. Namun dari total SNI yang telah diterbitkan, baru 1.300-1.800 SNI yang digunakan.

Standar elektronik

Disektor elektronik, papar Hardiansyah, Sucofindo telah mengadopsi rumusan standar produk IECEE (System for Conformity Testing and Certification of Electrotechnical Equipment and Components) untuk membendung serbuan komponen import non standar yang merugikan pabrik di dalam negeri.
“Industri komponen di dalam negeri sudah berkembang sehingga kita perlu melindungi pasar domestik dari komponen non standar. Dengan mekanisme IECEE, biaya sertifikasi bisa lebih efisien karena sertifikasi ini di percaya pasar global sehingga menjadi alat yang tepat mengakses pasar ekspor,” jelasnya.

Sejauh ini, terangnya, jumlah pelanggan sertifikasi  Sucofindo mencapai 1.110 organisasi dengan jenis jasa ISO 9001, ISO 14001, SMK3, OHSAS, HACCP dan GMP, serta 109 SPPT-SNI (Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia) yang dikeluarkan LSPro (Lembaga Sertifikasi Produk).

 Ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erwin Aksa berpendapat langkah China menyesuaikan produk industrinya dengan SNI patut diapresiasi karena hal itu menunjukkan pengakuan China bahwa Indonesia pasar yang besar.

Sumber : Bisnis Indonesia, Senin 7 Maret 2011. Hal. 8




­