Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

DPR Tak Tegas Soal Sertifikasi Halal

  • Rabu, 09 Maret 2011
  • 1298 kali
Kliping Berita

JAKARTA. Tarik ulur pembahasan Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) cukup kencang. Dalam rapat internal Panitia Kerja (Panja) RUU ini, sikap fraksi di DPR terbelah dalam hal sertifikasi produk halal.

Pimpinan rapat Panja RUU JPH DPR Zulkarnaen Djabar mengatakan, tujuh fraksi menyampaikan pandangannya bahwa sertifikasi produk halal harus wajib (mandatory). Sementara dua fraksi lainnya, yakni Partai Golkar dan Partai Demokrat memilih sukarela (voluntary). “Maka kami putuskan untuk sementara kami memilih ada peralihan dari sukarela alias voluntary dan didorong untuk diterapkan secara wajib antara mandatory, setelah persiapannya matang”, ujarnya, Selasa (8/3).

Zulkarnaen menjelaskan, DPR cukup sulit bersikap lantaran ada kekurangan dan kelebihan pelaksanaan sertifikat halal dengan cara voluntary maupun mandatory memerlukan kesiapan lembaga pelaksana untuk mengaudit seluruh produk. Selain itu juga butuh sarana dan prasarana, sumberdaya manusia dan manajemen.

Menurutnya, kesiapan daerah dalam menerapkan beleid ini juga belum merata karena masih kurangnya sarana parsarana yang dibutuhkan. “Kalau mandatory memberatkan pengusaha, terutama usaha kecil, namun pengawasan produk halal lebih mudah, “ujar Zulkarnaen.

Sementara jika pelaksanaan secara voluntary, maka pelaku usaha tidak terbebani kewajiban sertifikat halal dan dapat meningkatkan omzet mereka. Namun perlindungan dan jaminan halal pada konsumen lemah. “Kami akan bicarakan dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara besok,” ujarnya.

Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan, pengusaha lebih memilih voluntary lantaran industri belum memiliki kesiapan. “ Jangan sampai aturan ini malah menyulitkan pengusaha, terutama pengusaha kecil,” ujarnya.

Toh, katanya, sertifikasi halal ini tak bisa jadi pegangan kemanan pangan bagi konsumen. Apalagi kini marak pemalsuan sertifikasi halal.

Sumber : Kontan, 9 Maret 2011. Hal 20




­