Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

2015, Mamin Malaysia Akan Serbu Indonesia

  • Senin, 28 Maret 2011
  • 1087 kali
Kliping Berita

JAKARTA - Produk makanan dan minuman (mamin) olahan asal Malaysia dikhawatirkan bakal menguasai pasar domestik pada 2015 ketika diterapkan Komunitas Ekonomi Asean (Asean Economic Community/AEC). Pasalnya, mamin asal Negeri Jiran tersebut memiliki aspek rasa dan pemenuhan syarat halalnya akan mudah diterima oleh masyarakat Indonesia.

"Karena itu, ketika AEC sudah berlaku total, kami lebih mengkhawatirkan produk mamin asal Malaysia yang bakal bisa merebut pasar domestik dibandingkan yang asal Tiongkok," kata Sekretarisjenderal Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Franky Sibarani di Jakarta, Jumat (25/3).

Sementara itu, berdasarkan data situs Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dari 1.308 produk mamin yang mendapat izin edar selama 30 hari terakhir, terdapat 53 produk asal Malaysia. Sisanya, mamin berasal dari negara lain, seperti Australia, Amerika Serikat, dan Thailand.

Dia melanjutkan, sertifikasi halal mamin Malaysia lebih unggul karena diakui oleh banyak negara. Memanfaatkan pasar regional Asean yang bakal terintegrasi, pro-dusen-produsen mamin dari negara lain juga diperkirakan memaksimalkan peluang memakai sertifikasi halal Malaysia yang lebih mudah diterima di Indonesia.

Sebagai pasar yang terbesar di Asean, konsumen di Indonesia akan jadi target potensial dari produsen negara Asean lain dan global. "Selain diserbu produk mamin asal Malaysia, produsen-produsen global juga akan masuk melalui Malaysia ke Indonesia," jelas Franky.

Terkait implementasi kesepakatan perdagangan bebas Asean dengan Tiongkok (Chi-na-Asean Free Trade Area/ CA-FTA), menurut dia, mamin asal Tiongkok tidak terlalu menekan industri mamin nasional meski data impornya juga tinggi. Pasalnya, varian produk yang diimpor juga sangat banyak.

"Misalnya, impor biskuit dari Tiongkok memang tinggi. Tapi varian biskuit itu sangat banyak, sehingga kalau dari total porsinya tidak sampai 5%," katanya.

Jika ada dugaan industri nasional tertekan akibat CA-FTA, lanjut dia, hal itu lebih akibat faktor internal domestik. Masalahnya, hal tersebut dipicu oleh daya saing produk yang masih lemah, (eme)

Sumber : InvestorDaily, Senin 28 Maret 2011. Hal 8




­