Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

29 SNI diberlakukan tahun depan Persyaratan SNI bakal dipangkas

  • Kamis, 08 Desember 2011
  • 1072 kali
Kliping Berita

Sindonews.com - Upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dengan menyediakan produk berkualitas yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) semakin digalakkan. Untuk mempermudahkan produsen memperoleh lisensi SNI, pemerintah memangkas sejumlah peraturan.

Untuk mempercepat proses pemberlakukan SNI wajib, saat ini sedang dikaji kemungkinan pengurangan sejumlah persyaratan SNI bagi sektor industri.

“Jadi, kita prioritaskan syarat-syarat yang penting. Itu juga akan menekan biaya. Tapi, tentu saja tidak akan mengurangi esensi perlindungan terhadap konsumen,” kata Kepala Pusat Standardisasi Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Tony Sinambela di Jakarta, Rabu (7/12/2011).

Tony menambahkan, pihaknya berharap swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa terlibat secara penuh dalam pembuatan SNI wajib.Realisasi pembuatan SNI wajib, kata dia, bisa tercapai apabila alokasi dana mencukupi.

“Sucofindo sudah berminat ikut terlibat. Terutama untuk produk mainan anak. Target kami, baik swasta maupun BUMN bisa ikut terlibat secara penuh,” ungkapnya.

Sementara itu, tahun depan sebanyak 29 Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk sektor industri nasional akan diberlakukan. Tony Sinambela mengatakan, hingga saat ini setidaknya ada 73 SNI yang telah diberlakukan secara wajb.

Tony mencontohkan, dari 73 SNI wajib tersebut di antaranya terdiri dari sektor semen, pupuk, baja lembaran, air minum dalam kemasam, dan tepung terigu.

"Saat ini, kami sedang mengidentifikasi dan menyiapkan 29 judul SNI yang akan diberlakukan wajib pada 2012,” kata Tony.

Tony mengaku, terdapat beberapa kendala dalam proses pemberlakuan SNI secara wajib. Kendala pertama yakni memperhitungkan kemampuan serta kesiapan dari sektor industri terkait.

“Contoh, saat ini ada sekira 400 industri kecil dan menengah (IKM) yang belum siap mempunyai SNI wajib karena proses produksi mereka juga belum memenuhi standar dan juga biayanya yang mahal,” ungkapnya.

Kedua, lanjutnya, masih minimnya infrastruktur standarisasi seperti ketersediaan laboratorium uji. “Peralatan uji itu mahal sekali. Dari mulai jutaan hingga miliaran harganya. Itu juga tergantung dari jenis alatnya,” ucapnya.

Selain itu,  kata Tony, proses pengajuan SNI wajib ke Organisasi Perdagangan Dunia (world trade organization/WTO) membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk itu, menurut Tony, saat ini Kemenperin tengah berupaya untuk mempercepat proses pembuatan SNI wajib untuk sektor industri.

Tony menyebutkan, Dirjen IKM Kemenperin Euis Saedah melakukan pembinaan bagi sektor IKM yang belum siap mempunyai SNI wajib. Selain itu, BPKIMI juga tengah mengidentifikasi serta memperkuat laboratorium uji.

“Jadi, memang butuh waktu agak lama. Minimal dua tahun. Misalnya, belum ada laboratorium uji yang menguji komponen listrik mainan anak, maka pemerintah harus menyediakan dananya dulu. Kami sedang berupaya. Yang penting, jangan sampai malah tergerus produk impor,” paparnya.

Saat ini, Kemenperin memang terus mengupayakan IKM dapat naik kelas dengan memiliki standar Internasional Standar Organization (ISO) dan Standar Nasional Indonesia (SNI).

“Kita berharap IKM yang ada bisa naik kelas, dari mulai peningkatan mutu, biaya mutu waktu sehingga IKM kompetensi lebih baik lagi dan dapat menopang industry besar atau menjadi bagian rangkaian dari basis industry,” ujar Dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Euis Saedah beberapa waktu lalu.

Dia mencontohkan, sektor IKM untuk produk fashion Kreatif tahun lalu mencapai nilai ekspor Rp9,2 miliar. “IKM fashion kreatif ini jadi lokomotif bagi gerbang IKM. Turunannya seperti tekstil, aksesoris, perhiasan,” sebutnya. Karena itu, IKM diarahkan pengembanganya dengan peningkatan kualitas, sehingga dapat bersaing di pasar Internasional minimal pasar Asean. Selain itu, Kemenperin berharapa IKM dapat mengisi IKM bidang jasa dan industri komponen atau logam.

“Yang ada sekarang ini memang masih didominiasi IKM kerajinan dan pangan, tentunya kedepan juga diarahkan pada IKM berbasis berbasis teknologi dan ilmu pengetahuan. Sehingga IKM bisa jadi rangkaian industri besar yang ada di daerahnya,” kata Euis.

Menurutnya, pertumbuhan sektor Industri sekitar enam persen sedangkan sektora IKM  empat sampai lima persen. Namun, dari sisi mutu dan diversifikasi usaha lebih baik melaui APBN kemenperin mendorong IKM memiliki SNI dan ISO.

“Pada 2011 ini, pemerintah mengalokasikan Rp360 miliar untuk pengembangan IKM. Namun, pada 2012 sedikit mengalami penurunan. Tapi kita tetap pacu IKM naik kelas, dan minimal memiliki SNI dan ISO,” ujarnya tanpa menyebut jumlah IKM yang sudah mendapat standar ISO dan SNI.

Sumber : Sindonews.com, Kamis 08 Desember 2011
Link : http://www.sindonews.com/read/2011/12/07/450/539395/persyaratan-sni-bakal-dipangkas




­