Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Kementerian Pertahanan Dukung Standardisasi Dalam Komoditi Militer

  • Rabu, 20 Agustus 2014
  • 3402 kali

 

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia mendukung kegiatan standardisasi dalam pengembangan komoditi militer. Potensi Indonesia dalam pengembangan komoditi militer sangat besar dan sangat terbuka lebar. Hal ini diwujudkan dengan banyaknya komoditi militer yang telah diproduksi oleh industri dalam negeri. Kebijakan mendukung standardisasi komoditi militer ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertahanan No 31 Tahun 2013 tentang Penyelengaraan Standardisasi Militer Indonesia.  Kebijakan ini merupakan salah satu dukungan dari Kementerian Pertahanan untuk mendukung kebijakan Kepala Badan Standardisasi Nasional No. 135 Tahun 2010 tentang Sistem Standardisasi Nasional dalam upaya untuk meningkatkan daya saing produk nasional.

 

Dalam rangka mewujudkan penerapan standardisasi di lingkungan militer, Kementerian Pertahanan melakukan sosialisasi dan workshop standardisasi dalam komoditi militer yang diselenggarakan  pada tanggal 18 – 22 Agustus 2014 di Bandung, Jawa Barat. Acara dibuka resmi oleh Sesdirjen Kuathan Kemenhan, Marsekal Pertama Yairus Pangaribuan, MSc. Acara ini dihadiri oleh 30 orang Perwira Menengah dari kesatuan TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Koppassus, Kopaska dan Marinir. Dalam arahannya, Yairus mengharapkan kegiatan ini peserta dapat memahami tentang standar dan penilaian kesesuaian yang kedepan akan dipergunakan sebagai dasar untuk penyusunan standardisasi komoditi militer.

 

Komoditi militer adalah semua materiil/ bekal yang akan atau sudah dimiliki atau digunakan Tentara Nasional Indonesia dan atau materiil/ bekal lain yang secara langsung belum digunakan, namun dalam keadaan darurat, dengan atau tanpa modifikasi dapat digunakan oleh Tentara Nasional Indonesia dalam rangka pertahanan. Hadir sebagai pembicara, Kepala Pusat Sistem Penerapan Standar BSN, Dr. Zakiyah, yang menyampaikan keterkaitan antara penerapan standar dan penilaian kesesuaian. Dalam infrastruktur mutu, terdapat tiga pilar yang saling menunjang, yaitu, standardisasi, metrologi dan penilaian kesesuaian yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.

 

Fungsi dan peran standar adalah sebagai aturan, pedoman, ketentuan atau karakteristik dari suatu kegiatan atau hasil kegiatan yang disepakati dan dipergunakan oleh Stakeholder untuk membuat ketentuan yang optimal ditinjau dari konteks keperluan tersebut. Dalam penyusunan standar, metrologi memiliki peran untuk memastikan ketelusuran pengukuran dalam satuan ukur yang digunakan dalam standar.

 

Setelah standar diterapkan, maka langkah selanjutnya adalah penilaian kesesuaian. Penilaian kesesuaian adalah pernyataan bahwa produk, proses, sistem, personel atau lembaga telah memenuhi persyaratan standar/ ketentuan tertentu. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui proses pengujian, inspeksi dan sertifikasi. “Agar hasil penilaian memiliki akurasi yang tepat, penilaian kesesuaian harus dilakukan oleh lembaga penilaian kesesuaian yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional”, ujar Dr. Zakiyah.

 

Dalam penutupnya, Dr. Zakiyah meyampaikan bahwa tujuan utama standardisasi adalah untuk meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup. Selain itu standardisasi diharapkan dapat memperlancar hubungan perdagangan dan mewujudkan persaingan usaha yang sehat.

 

Sementara itu, Metrawinda Tunus, Kepala Pusat Pendidikan dan Pemasyarakatan Standardisasi BSN, menyampaikan Sistem Standardisasi Nasional dan isu-isu terkini terkait dengan standardisasi baik di Indonesia maupun internasional. Standar tanpa kita sadari sudah mengatur dalam kehidupan kita, mulai dari bangun tidur, beraktifitas hingga kembali beristirahat. Standar telah memberikan manfaat dalam menciptakan keteraturan dan efisiensi produk. Bangsa yang maju adalah bangsa yang teratur dan madani yang selalu menghargai standar dalam kehidupannya. Bila dibandingkan, di negara yang maju masyarakat sangat kritis dengan penerapan standar sehingga sering kali kita mendengar tuntutan mereka agar produk yang dihasilkan  ramah lingkungan, aman dan berkualitas tinggi.

 

Dampak dari pasar global, saat ini hampir tidak ada produk yang 100% dibuat di satu negara. Sebagai contoh adalah telepon pintar, untuk body/ chassing  dibuat di China, Prosesor dari Amerika Serikat, system GPS dari Inggris dan memory storage dari Korea Selatan. Kemudian semua komponen tersebut dirakit dan digabungkan di China, jadi buatan mana produk tersebut? Rantai pasokan global ini dapat terjadi melalui komunikasi dengan bahasa standar.

 

Dengan pemberlakuan Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) pada tahun 2015, ancaman terbesar bagi Indonesia adalah masuknya produk-produk dari negara lain yang tidak dapat dibendung jika produk tersebut telah memenuhi standar. Populasi Indonesia dengan jumlah 244.5 juta jiwa pada tahun 2012, membuat Indonesia menjadi pasar yang sangat potensial bagi negara-negara di kawasan ASEAN. KEA akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan dengan mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor UMKM. Pemberlakuan AEC 2015 bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, berdaya saing tinggi, dan secara ekonomi terintegrasi dengan regulasi efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus bebas lalu lintas barang, jasa, investasi, dan modal serta difasilitasinya kebebasan pergerakan pelaku usaha dan tenaga kerja. Implementasi AEC 2015 akan berfokus pada 12 sektor prioritas, yang terdiri atas tujuh sektor barang (industri pertanian, peralatan elektonik, otomotif, perikanan, industri berbasis karet, industri berbasis kayu, dan tekstil) dan lima sektor jasa (transportasi udara, pelayanan kesehatan, pariwisata, logistik, dan industri teknologi informasi atau ­e-ASEAN)

 

Indonesia sangat memungkinkan untuk membuat dokumen Standar Nasional Indonesia terkait dengan komoditi militer jika ada industri dalam negeri yang mampu memproduksi komoditi tersebut, hal ini disampaikan oleh I Nyoman Supriyatna, Kepala Pusat Perumusan Standar BSN. Saat ini komoditi militer Indonesia masih banyak mengandalkan impor dari luar negeri terutama alat utama sistem senjata (alutsista). Nyoman menyampaikan bahwa masih banyak komoditi militer yang mampu diproduksi oleh industri dalam negeri seperti: senjata serbu, kendaraan taktis, baju seragam, sepatu, payung terjun, tenda militer dan lain sebagainya sehingga tidak bergantung dari  produk impor.

 

Menurut data dari Badan Sarana Peralatan Pertahanan, Kementerian Pertahanan dan Keamanan, ada 20 produk sistem pertahanan dalam negeri yang mutunya telah diakui oleh internasional. Hal ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk memproduksi komoditas militer sendiri yang disesuaikan dengan kondisi geografis Indonesia. Seperti diketahui bahwa iklim di Indonesia yang tropis sangat berbeda dengan negara-negara yang berada di sub-tropis atau dingin. Sebagai contoh, standar ban kendaraan mobil di Indonesia lebih tinggi dari standar ISO karena kondisi yang berbeda dan hal ini sangat mungkin dilakukan, dalam istilah standar disebut dengan national diferences, ujar Nyoman.

 

Jika Indonesia dapat merumuskan Standar Nasional Indonesia dan memproduksi komoditas militer, bukan tidak mungkin akan menjadi rujukan bagi negara-negara yang memiliki kondisi geografis seperti Indonesia. Seperti halnya SNI mie instan yang diadopsi oleh CODEX menjadi standar internasional, menjadikan mie instan Indonesia merajai pasar dunia dan memudahkan bagi produsen untuk membuat pabrik di luar negeri.

Pada kesempatan ini, Nyoman mengajak para peserta untuk dapat berperan aktif dalam pengembangan SNI khususnya komoditi militer sebagai tenaga ahli dan menjadikan Kementerian Pertahanan dan Keamanan sebagai Panitia Teknis. Sebagai informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Standardisasi BSN telah melakukan kerjasama dengan POLRI dalam mengembangkan standar terkait dengan peralatan yang digunakan oleh polisi dalam menjalankan tugasnya, tutup Nyoman. [4d9/dre]




­