Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Indonesia Siap Lindungi Produk dalam Negeri

  • Kamis, 17 Desember 2015
  • 1502 kali

Indonesia siap melindungi produk dalam negeri dalam rangka menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dimulai 1 Januari 2016 mendatang. Demikian pokok pemikiran yang terungkap dalam Diskusi bertajuk Economic Challenge pada Selasa (15/12/2015) yang digelar di Studio Metro TV, Jakarta. Diskusi yang disiarkan secara langsung tersebut menghadirkan pembicara Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady, Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Bambang Prasetya, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawidjaja, Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia Liana Bratasida, Direktur Utama Panggung Electric Citrabuana Ali Soebroto, dan Direktur Utama PT Sucofindo Bachder Johan Buddin.

 

Edy mengungkapkan, Indonesia sebenarnya memiliki kekuatan keunggulan untuk menghadapi MEA. “Keunggulan kita yaitu sumber daya. Kedua titik logistic. Ketiga  keunggulan standar,” ujar Edy. Menurutnya, standar merupakan satu keunggulan untuk menyerang dan bertahan di era MEA. Sebab itu, lanjut Edy, kita mendorong standar sebagai alat promosi bagi produk Indonesia untuk menikmati besarnya pasar kita sendiri maupun luar negeri. “Menikmati 76 persen pasar ekstra ASEAN maupun 24 persen pasar  ASEAN dengan keunggulan standar,” kata Edy.

 

 

Sementara itu, Bambang menyampaikan bahwa sejauh ini penggunaan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang untuk proteksi produk dalam negeri dilakukan melalui regulasi teknis oleh kementerian sektoral. Terutama yang menyangkut masalah kesehatan, keselamatan dan keamanan dan lingkungan. “Itu yang dinamakan SNI Wajib, saat ini ada 270 SNI. Ini masih kurang ya. Di samping itu masih ada proteksi lain yang ideal itu produk yang masuk harus berstandar. Menurut saya SNI wajib jadi barrier. Tapi harus kita ingat penerapan SNI wajib jangan diskriminasi. Karena produk dalam negeri juga harus ikut,” ungkap Bambang. Sesungguhnya, lanjut Bambang, Indonesia sudah memiliki 8500 SNI yang masih aktif. Dari 8500 sebagian sudah diusung menjadi standar internasional.

 

Lalu bagaimana kesiapan Indonesia dilihat dari sisi regulasi? Azman mengatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah sudah membuat 4 undang-undang di tahun 2014 untuk mendukung pasar ASEAN. “Pertama adalah UU Perindustrian, lalu UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Kemudian yang penting adalah UU No 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Kemudian Undang-Undang No 33 tentang Jaminan Produk Halal,” jelas Azman. Tinggal bagaimana nantinya pelaksanaan undang-undang tersebut dituangkan dalam peraturan pemerintah.

 

 

 

 

Tak khawatir menghadapi MEA, sektor industri pulp dan kertas menyatakan kesiapannya menghadapi MEA. Liana mengatakan, sektor industri pulp dan merupakan salah satu sektor yang diprioritaskan pemerintah dalam menghadapi MEA. “Dalam hal ini kami sudah mempunyai 200 SNI yang terdiri dari SNI kualitas atau mutu dan SNI untuk pengujian. Itu industri pulp dan kertas yang sudah dibentuk SNI-nya. Sifatnya sukarela,” kata Liana. Yang perlu diingat, industri pulp and paper Indonesia merupakan nomor 1 di ASEAN. “Karena kita mempunyai berbagai keunggulan. Kita siap. Karena kita nomor 1 di ASEAN. Dan kita mengekspor ke Negara-negara ASEAN,” ungkap Liana dengan penuh optimism.

 

Senada dengan Liana, Ali pun menuturkan bahwa sektor industri elektronika Indonesia pun siap memasuki pasar ASEAN.  “Kita sudah memiliki 6 SNI wajib di bidang elektronik dan ini akan diperluas ke produk lainnya. Kita ketahui bahwa SNI ini memang dipakai untuk defense dan memenangkan persaingan di pasar ASEAN,” kata Ali. Dengan adanya SNI wajib, menurut Ali, otomatis akan memunculkan keuntungan bagi industri dalam negeri untuk mempertahankan pasarnya di dalam negeri sendiri.

 

Tentu penerapan standar perlu didukung oleh adanya penilaian kesesuaian untuk menjamin keakuratan pemenuhan standar tersebut. Dalam hal ini, kata Bachder, Sucofindo sebagai lembaga pengujian dan lembaga sertifikasi terkait standar, siap mendukung penerapan standar yang akurat. Sucofindo pun juga ikut menyiapkan industri mikro menghadapi MEA dengan melakukan pembinaan dan pelatihan.

 

Edy pun menegaskan, memang kita harus mendorong penerapan standar sebagai strategi memenangkan pasar ASEAN. “Kata kuncinya memang kita harus mendorong standar sebagai bangunlah jiwanya bangunlah badannya. Dan Indonesia menjadi pemenang!" tandas Edy. (ria-humas)

 

 

* Anda juga dapat mengakses video live streaming Diskusi Economic Challenge bertema "Lindungi Produk dalam Negeri" yang disiarkan Metro TV bekerja sama dengan BSN pada Selasa, 15 Desember 2015 lalu dengan mengakses link berikut:

1). http://video.metrotvnews.com/play/2015/12/15/460654/ini-kekuatan-indonesia-untuk-menyerang-dan-bertahan-di-

2). http://video.metrotvnews.com/play/2015/12/16/460682/selain-pulp-kertas-banyak-produk-indonesia-yang-diam-di

3). http://video.metrotvnews.com/play/2015/12/16/460683/dua-minggu-lagi-mea-diberlakukan-apa-saja-hambatannya

4). http://video.metrotvnews.com/play/2015/12/15/460664/kemenko-perekonomian-jadikan-standar-sebagai-alat-promo

5). http://video.metrotvnews.com/play/2015/12/15/460655/wah-industri-pulp-dan-kertas-indonesia-nomor-satu-di-as




­