Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

SIARAN PERS "Dengan SNI, merebut peluang dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN"

  • Selasa, 19 Januari 2016
  • 3571 kali

SIARAN PERS

Dengan SNI, merebut peluang dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN

 

 

Tanggal 1 Januari 2016 merupakan titik awal implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)- yang telah dicita-citakan oleh para pemimpin ASEAN sejak tahun 2003 di Bali – untuk mewujudkan Masyarakat ASEAN pada tahun 2020. Berbagai pandangan timbul menjelang implementasi MEA, baik pandangan optimis, keyakinan untuk merebut pasar ASEAN, maupun pandangan pesimis, ketakutan bahwa pasar Indonesia akan direbut oleh anggota ASEAN lainnya. MEA sesungguhnya merupakan upaya bersama oleh seluruh anggota ASEAN untuk menciptakan ASEAN sebagai pasar tunggal bagi barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh anggota ASEAN, dan kemudian mewujudkan ASEAN sebagai basis produksi tunggal yang kuat dalam perdagangan global.

 

Sejauh ini, pemerintah telah berupaya untuk menyediakan prasyarat yang diperlukan oleh bangsa Indonesia untuk dapat merebut peluang dari MEA. Di bidang Standardisasi, Badan Standardisasi Nasional (BSN) bersama-sama dengan pemangku kepentingan di bidang Standardisasi telah mengharmonisasikan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang terkait dengan 12 sektor prioritas integrasi ASEAN (wood-based products, automotives, rubber-based products, textiles and apparels, agro-based products, fisheries, electronics, e-ASEAN, health care, air-travel, tourism, dan logistics), khususnya 6 sektor diantaranya wood-based products, automotives, rubber-based products, electronics, e-ASEAN, health care yang secara eksplisit mensyaratkan harmonisasi Standar Nasional dari masing-masing anggota ASEAN.

 

Sampai dengan akhir tahun 2015, Indonesia telah memiliki 3057 SNI yang terkait dengan 12 sektor prioritas ASEAN. Lebih rinci, untuk 6 sektor priortias yang mensyaratkan harmonisasi standar, ASEAN menyepakati 257 standar internasional sebagai basis harmonisasi standar nasional negara-negara anggota ASEAN. Untuk 6 sektor tersebut, Indonesia telah memiliki 188 SNI yang diharmonisasikan dengan persyaratan ASEAN. 188 SNI tersebut menjadi prioritas dikaitkan dengan jenis produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha di wilayah Indonesia.

 

Untuk memastikan bahwa pelaku usaha di dalam negeri dapat memiliki bukti pemenuhan persyaratan SNI maupun persyaratan Standar Nasional Negara anggota ASEAN lainnya, Indonesia telah memiliki 1429 laboratorium, Lembaga Inspeksi, dan Lembaga Sertifikasi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dan diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). KAN merupakan Lembaga Non Struktural yang dibentuk oleh pemerintah untuk membantu BSN dalam rangka memastikan kompetensi laboratorium, lembaga inspeksi, dan Lembaga sertifikasi di Indonesia. KAN telah memenuhi persyaratan internasional melalui serangkaian proses evaluasi oleh organisasi internasional, sehingga hasil uji, hasil inspeksi dan sertifikat yang diterbitkan oleh Lembaga yang diakreditasi oleh KAN diakui oleh lembaga-lembaga sejenis di seluruh dunia, termasuk oleh negara-negara anggota ASEAN.

 

Ketersediaan SNI, dan ketersediaan laboratorium, Lembaga Inspeksi, serta Lembaga Sertifikasi yang relevan dengan sektor prioritas ASEAN merupakan modal bagi bangsa Indonesia untuk dapat merebut peluang dari MEA. Namun demikian harmonisasi standar dan prosedur penilaian kesesuaian dalam kerangka MEA bukanlah segalanya. Di luar SNI dan prosedur penilaian kesesuaian yang diharmonisasikan dalam kerangka MEA, Indonesia masih memiliki keleluasaan untuk menerapkan SNI yang lain secara sukarela untuk meningkatkan daya saing produk nasional di pasar domestik.

 

Peluang lain yang dapat dimanfaatkan oleh produk nasional di pasar domestik adalah penerapan SNI untuk Barang dan Jasa yang terkait dengan pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah. Program penerapan SNI yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah ini dapat dilaksanaan oleh pemerintah dengan lebih leluasa tanpa terikat dengan ketentuan World Trade Organization (WTO). Kekayaan seni dan budaya Indonesia, yang banyak menghasilkan produk-produk kreatif yang bersifat unik dan tidak dihasilkan oleh negara lain juga merupakan peluang bagi Indonesia untuk dapat menjadi pemasok utama produk tersebut di pasar ASEAN maupun pasar global.

 

Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian merupakan sebuah sistem yang diperlukan untuk mendukung regulasi dan untuk memfasilitasi pelaku usaha. Oleh karena itu dalam penerapannya harus sangat memperhatikan keseimbangan antara pengawasan, insentif dan pembinaan. Pengawasan terhadap penerapan standar yang diberlakukan wajib untuk perlindungan masyarakat, di sisi lain akan selalu memerlukan pembinaan bagi pelaku usaha dalam negeri, khususnya pelaku usaha mikro dan kecil yang memroduksi produk yang diatur dalam regulasi. Demikian pula penerapan SNI secara sukarela oleh pelaku usaha melalui pembinaan dan insentif juga memerlukan dukungan pengawasan untuk memastikan bahwa tidak ada tanda SNI yang dibubuhkan tanpa memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

 

Sepanjang tahun 2015, BSN sesuai dengan amanah yang diberikan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian telah memberikan bimbingan penerapan Standar bagi 312 pelaku usaha mikro dan kecil. Jumlah ini tentunya masih sangat kecil dibandingkan dengan jumlah pelaku usaha mikro dan kecil yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Oleh karena itu diperlukan sinergi dari berbagai pihak untuk memperkuat kemampuan pelaku usaha, khususnya pelaku usaha mikro dan kecil dalam menerapkan SNI. Pembinaan dalam bentuk insentif bimbingan penerapan SNI ini juga memerlukan dukungan insentif lainnya sehingga pelaku usaha yang telah menerapkan SNI memperoleh peluang pasar yang lebih besar baik di pasar domestik, pasar ASEAN, dan pasar global.

 

Berikut 10 (sepuluh) langkah BSN dalam menghadapi MEA:

  1. Implementasi tindak lanjut kesepakatan MEA dalam standardisasi
  2. Mengembangkan standar untuk produk-produk strategis dan unggulan UKM
  3. Memperjuangkan posisi Indonesia di TBT-WTO (termasuk National Differences)
  4. Meningkatkan jumlah, ruang lingkup dan distribusi Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK)
  5. Meningkatkan keberterimaan LPK Indonesia di tingkat internasional
  6. Mengembangkan Skema Penerapan SNI
  7. Mengembangkan  model penguatan sertifikasi produk UKM
  8. Meningkatkan jumlah role model penerap SNI
  9. Menumbuhkan budaya standar
  10. Meningkatkan akses layanan publik

 

Untuk meraih peluang di MEA, maka diperlukan strategi tingkat nasional dan tingkat ASEAN sebagai berikut:

  • Tingkat Nasional:
  1. Menggalakkan perdagangan antar daerah
  2. Masing-masing daerah berupaya perdagangannya surplus
  3. Sinergi antar Kementerian/Lembaga dan stakeholder
  4. Kampanye untuk gerakan masyarakat untuk SOLID menghadapi MEA
  5. Meningkatkan efisiensi produksi (infrastrukur fisik, information technology, logistik, sumber daya manusia, dan seterusnya)
  6. Dan lain-lain

 

  • Tingkat ASEAN:

1.  Bersama anggota negara ASEAN meningkatkan product based dalam menghadapi perdagangan global

2.  Memperkuat National Differences negara ASEAN terhadap negara Non-ASEAN

3.  Dan lain-lain

 

===###===

 

 

Jakarta,  19 Januari 2016

 

Informasi lebih lanjut:

 

Bagian Humas  

Badan Standardisasi Nasional

Telp. : (021) 3927422 ext. 190

Email: humas@bsn.go.id




­