Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

ACFTA dan Kesiapan Perlindungan Konsumen Nasional

  • Jumat, 22 Januari 2010
  • 1660 kali

Srie Agustina,
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Berlakunya ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) telah menjadi catatan penting, karena Indonesia menjadi bagian dari hal ini. Penerapan ACFTA akan membuka peluang serta akses ke pasar ekspor anggota ASEAN ke China, sekaligus menarik investasi. Artinya, perjanjian ini akan memacu pertumbuhan perekonomian antar negara di ASEAN. Namun, dalam implementasinya, ada dua tantangan besar yang dihadapi Indonesia, yakni upaya untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia dan perlindungan konsumen.

Bagaimana dengan konsumen Indonesia? Sudan saatnya konsumen Indonesia tidak lagi menjadi objek atau target pasar produk impor yang tidak layak. Sudan saatnya konsumen menjadi subjek atau pelaku pasar yang cerdas, kritis, pandai memilih produk yang baik, dan mengedepankan pembelian produk buatan Indonesia.

Fenomena membanjirnya produk dari negara-negara ASEAN plus China sebetulnya memberi keuntungan bagi konsumen, karena memiliki banyak pilihan. Beredarnya produk dari China sendiri bukanlah hal baru bagi konsumen Indonesia, Kita telah menikmatinya produk China, baik yang masuk ke Indonesia secara legal maupun yang ilegal dengan indikasi harga yang murah.

Tapi, konsumen harus waspada, tidak jarang barang murah justru mengancam keamanan, keselamatan, dan kesehatan konsumen. Masih segar dalam ingatan kita, barang-barang murah, terutama yang berasal dari China (seperti mainan anak, kosmetika dan pangan, peralatan rumah tangga, dan baja), mengandung bahan berbahaya serta tidak memenuhi ketentuan standar yang dipersyaratkan.

Langkah aksi
Mencermati kondisi tersebut, dari sisi perlindungan konsumen, perlu beberapa langkah aksi yang terintegrasi dan berkesinambungan untuk menghadapi pelaksanaan ACFTA.

Pertama, regulatory approach, pemerintah tetap melanjutkan penerapan berbagai smart regulation yang terkait dengan parameter perlindungan konsumen. Seperti standar produk, penerapan kewajiban pencantuman label produk dalam bahasa Indonesia, serta regulasi teknis lain yang tidak bertentangan dengan ketentuan ACFTA dan WTO. Bagi barang-barang yang berdampak besar terhadap keamanan, kesehatan, keselamatan, dapat merusak lingkungan hidup, dan sejalan dengan kesiapan pelaku usaha di dalam negeri, secara bertahap harus diberlakukan wajib SNI.

Selain itu, pemerintah secara sungguh-sungguh telah menetapkan titik masuk beberapa produk yang rawan penyelundupan. Salah satunya melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 56/M-DAG/ PER/12/2008, sehingga telah terjadi perubahan pola impor. Importasi produk tertentu, yaitu makanan minuman, pakaian jadi, alas kaki, dan elektronika hanya boleh dilakukan Importir Terdaftar Produk Tertentu serta hanya dapat masuk melalui pelabuhan laut tertentu atau seluruh pelabuhan udara internasional.

Kedua, law enforcement approach melalui penegakan hukum yang memberi jaminan kepastian hukum bagi konsumen dan pelaku usaha. Penegakan perlindungan konsumen seyogianya mengutamakan sistem ganti rugi yang efektif bagi konsumen korban. Selain itu, penting juga penerapan tanggung jawab pelaku usaha, termasuk importir. Masih banyaknya penyelundupan dan peredaran barang yang tidak memenuhi standar menunjukkan perlu pengawasan yang lebih intensif. Pengawasan mulai dari prapasar (pre market evaluation) sampai kegiatan pascapasar (post market surveillance), dengan fokus penerapan standar.

Untuk itu perlu ditingkatkan jumlah sumberdaya manusia pengawas yang profesional, guua mengoptimalkan pengawasan, Misalnya saja, Petugas Pengawas Barang dan Jasa, Penera Metrologi, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Perlindungan Konsumen, BPOM, Bea Cukai, dan Metrologi). Dalam hal penegakan ketentuan standar, infrastruktur pendukung penerapan standar juga perlu diperkuat seperti lembaga akreditasi, lembaga penilaian kesesuaian, lembaga sertifikasi maupun lembaga uji.

Konsumen cerdas
Di tingkat ASEAN, untuk aturan standar, melalui sidang-sidang ASEAN Coordinating Committee on Standard and Quality (ACCSQ) telah dihasilkan sejumlah harmonisasi, antara lain di bidang pangan, kosmetika, elektronik dan perlengkapan elektronik. farmasi dan alat medis. Dengan harmonisasi standar ini, telah terjadi pengakuan (conformity) yang diterima semua anggota.

Selain itu, berlaku pula ketentuan standar dalam ISO/ICE. Di Indonesia berlaku ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI). Saat ini, terdapat lebih kurang 6.680 SNI sukarela dan 47 di antaranya berstatus SNI Wajib yang sudah dinotifikasi ke WTO.

Ketiga, social enforcement approach, dengan membangun gerakan konsumen cerdas melalui edukasi, pembentukan jejaring komunitas konsumen dan pemberian informasi perlindungan konsumen yang efektif dan terus-menerus. Agar gerakan ini bergaung secara nasional, diadakan "Hari Konsumen Nasional" yang dirayakan setiap tahun dengan pemberian penghargaan bagi konsumen-konsumen yang mampu membangun komunitas konsumen cerdas di lingkungan mereka.

Keempat, memperkuat peran perlindungan konsumen di tingkat ASEAN. Dengan kesepakatan pembentukan The ASEAN Coordinating Committee on Consumer Protection (ACCCP) di dalam ASEAN Economic Community Blueprint pada penyelenggaran KTT ke-13 di Singapura, November 2007, Indonesia perlu berperan aktif dalam mengembangkan alert system on unsafe consumer product. Peringatan ini merupakan jejaring informasi dalam mekanisme penanganan keamanan produk (product safety) antar negara anggota ASEAN. 

Sumber : Kontan, Jum’at 22 Januari 2010, Hal. 23




­