Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

BSN Dukung Penyusunan SNI Bisnis Inklusif

  • Selasa, 22 Agustus 2023
  • Humas BSN
  • 780 kali

Dalam rangka mendorong transisi bisnis menuju bisnis inklusif di negara-negara ASEAN, telah diterbitkan Guidelines for the Promotion of Inclusive Business in ASEAN oleh ASEAN Economic Ministers (AEM) pada Agustus 2020 yang lalu. Sehubungan dengan hal tersebut, Indonesia melalui Bappenas, akan mengusulkan Plan of Action for the Promotion of Inclusive Business in ASEAN dalam the 55th  AEM Meeting pada Agustus 2023. Salah satu upaya untuk mewujudkan transisi bisnis inklusif di Indonesia adalah melalui pengembangan standardisasi dalam penerapan bisnis inklusif.

Deputi bidang Pengembangan Standar Badan Standardisasi Nasional (BSN), Hendro Kusumo dalam Rapat SNI Bisnis Inklusif di Kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI (PPN/Bappennas), Jakarta pada Senin (21/08/2023) mendukung rencana standardisasi bagi Bisnis Inklusif tersebut.

Apalagi, jika sudah ada acuan dalam bentuk panduan atau standar internasional yang sudah ditetapkan. “Berdasarkan ketentuan World Trade Organization (WTO) dan sejalan dengan UU Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, jika telah terdapat standar internasional, maka SNI dirumuskan selaras dengan standar internasional, yakni melalui adopsi secara identik atau modifikasi standar internasional,” ujar Hendro.

Dengan adanya harmonisasi dengan standar internasional maka, akan meningkatkan kepercayaan pasar  terhadap SNI; pelaku usaha lebih mudah memasukkan produknya atau penetrasi ke  pasar internasional; mempercepat keberterimaan produk yang bertanda SNI; mempercepat aliran produk yang bertanda SNI dari pabrik ke pasar; serta mempercepat proses pengujian dan sertifikasi.

Standardisasi bisnis inklusif sendiri bertujuan untuk memberikan referensi baku dalam mengukur upaya yang dilakukan para pelaku usaha dalam meningkatkan pelibatan serta kapasitasnya didasarkan piramida (bottom of pyramide) dalam bentuk kontribusi pada rantai pasok industri besar sehingga mampu meningkatkan perekonomian di sektor usaha mikro.

Bisnis Inklusif merupakan praktik bisnis strategis yang menciptakan nilai tambah bagi perusahaan dengan melibatkan kelompok berpenghasilan rendah dari piramida populasi (Bottom of the Pyramide - BOP) ke dalam rantai nilai perusahaan sebagai pemasok, karyawan, distributor atau konsumen. Bisnis yang tak hanya berorientasi pada keuntungan semata, tetapi juga peningkatan kesejahteraan masyarakat serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan rendah.

Saat ini, menurut Hendro potensi dukungan BSN terhadap pengembangan bisnis inklusif telah tersedia, diantaranya terdapat beberapa SNI yang dapat dijadikan referensi dan panduan dalam pengelolaan bisnis inkusif, salah satunya adalah SNI ISO 26000-2013 Panduan tanggung jawab sosial.

Sementara, Staf Ahli Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Kementerian PPN/Bappennas RI, Leonardo A. A. Teguh Sambodo mengungkapkan di ASEAN terdapat dua dokumen terkait bisnis inklusif yang bisa dijadikan acuan dalam penyusunan SNI yakni dalam bentuk dokumen guideline dan framework. Adapun penerapannya, nantinya akan lebih cenderung bersifat sukarela.

Teguh menegaskan, sebetulnya bisnis inklusif ini pada dasarnya untuk mendorong perusahaan besar agar memperhatikan UMKM dan Masyarakat, semacam CSR namun lebih tepat sasaran dan dikelola dengan baik dan berkelanjutan. “Karena, inklusi bisnis ini pada akhirnya bertujuan pemberdayaan UMKM dalam menghasilkan produk yang murah tapi tetap berkualitas, dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat miskin,” pungkas Teguh.

Selain Hendro dan Teguh, hadir dalam rapat, perwakilan GIZ, Dian Vitriani; dan Ketua Tim Kerja Pengembangan Standar Jasa, Personal, dan Ekonomi Kreatif BSN, Titin Resmiatin. (nda-humas)




­