Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Indonesia Intervensi Kebijakan EU Deforestation - Forest Degradation dalam Sidang TBT WTO

  • Selasa, 14 November 2023
  • Humas BSN
  • 1322 kali

Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang diwakili oleh Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian, Zakiyah memimpin Delegasi Indonesia dalam Sidang Komite Technical Barriers to Trade World Trade Organization (TBT WTO), pada Rabu – Jum’at (8-10 November 2023) di Jenewa, Swiss.

Dalam sidang kali ini, Indonesia bersama 13 Anggota WTO lainnya mengangkat isu EU Deforestation and Forest Degradation sebagai Specific Trade Concern (STC) yang sebelumnya pernah diangkat dalam Komite Perdagangan Barang (CTG) dan Komite Akses Pasar (CMA) forum WTO.

Delegasi Indonesia memberikan statement yang meminta Uni Eropa untuk mempertimbangkan dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh kebijakan tersebut terhadap perdagangan produk pertanian sebelum penerapannya pada Desember 2024.

“Indonesia berpandangan untuk mengatasi masalah deforestasi, dibutuhkan kerja sama yang lebih intensif, daripada menciptakan hambatan perdagangan yang tidak perlu,” tutur Zakiyah.

Dalam konteks ini, Indonesia juga mendesak Uni Eropa untuk melanjutkan dialog terbuka yang melibatkan negara-negara produsen untuk membahas isu dimaksud, serta mempertimbangkan untuk mengubah Undang-Undang guna mengatasi kekhawatiran hambatan terhadap perdagangan internasional.

Pada sesi pembahasan STC, Indonesia kembali mengangkat isu EU Waste Shipment Regulation. Indonesia memiliki komitmen yang sama terkait dengan pelestarian lingkungan, yaitu meningkatkan penerapan ekonomi sirkular, mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK), termasuk dalam rangka mencapai Net Zero Emissions,” jelas Zakiyah.

Indonesia sendiri telah menetapkan target yang harus dicapai secara bertahap yaitu 100% sampah di Indonesia dapat dikelola dengan baik yang 30% diantaranya melalui pendekatan Reduce, Reuse, Recycle (3R) pada tahun 2025.

Selain itu, lanjut Zakiyah, Indonesia juga menargetkan penurunan emisi GRK dari sektor sampah sebesar 40 Mton CO2e dengan upaya sendiri dan hingga 43,5 Mton CO2e dengan bantuan negara lain pada tahun 2030. Indonesia meminta Uni Eropa untuk mempertimbangkan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia tersebut dengan setara atau “broadly equivalent” dengan kondisi Uni Eropa yang mendasari pengelolaan limbah yang berwawasan lingkungan.

Berkenaan dengan STC terkait EU MRLs for Clothianidin dan Thiamethoxam, Indonesia menegaskan telah mempromosikan praktik pertanian dan sistem pangan yang berkelanjutan, dengan mengadopsi Standar Codex Alimentarius untuk menetapkan MRLs melalui Standar Nasional Indonesia (SNI), termasuk semua produk pangan lainnya yang saat ini memiliki MRLs lebih tinggi dari 0,01 mg/kg.

“Indonesia meminta Uni Eropa untuk mempertimbangkan concern Indonesia dan mengacu pada MRLs dalam standar internasional yang sudah ada sebagai acuan dalam menetapkan MRLs untuk clothianidin dan thiamethoxam di dalam atau pada suatu produk,” pungkas Zakiyah.

Dalam forum, Indonesia kembali menyampaikan keberatannya terkait peraturan – peraturan teknis yang diberlakukan India. Peraturan teknis tersebut berkaitan dengan pemberlakuan wajib Standar India (IS) yaitu India - Medical Textiles (Quality Control) Order, 2023; India - Quality Control Orders for Chemical and Petrochemical Substances; India - Viscose Staple Fibers (Quality Control) Order 2022; India – Pneumatic Tyres and Tubes for Automotive Vehicles.

Secara khusus, terkait isu hambatan produk Viscose Staple Fibres (VSF) ke India, Indonesia menyampaikan bahwa pelaku usaha di Indonesia telah mengajukan permohonan kepada Bureau of India Standards (BIS) untuk dilakukan proses sertifikasi, namun hingga saat ini, BIS masih menunda untuk melakukan inspeksi pabrik ke Indonesia tanpa alasan yang jelas.

Berkaitan dengan pemberlakuan Quality Control Orders (QCO) India, hingga saat ini Indonesia belum menerima klarifikasi atas beberapa isu yang menjadi concern Indonesia, termasuk legitimate objective yang ingin dicapai melalui QCO dan beberapa hal lainnya terkait ketentuan yang diatur. Meskipun para produsen telah memaksimalkan upaya untuk memenuhi ketentuan QCO, namun banyaknya jumlah produk yang diatur, kebutuhan pengujian fisik, grace period yang singkat serta tidak tersedianya jadwal pasti inspeksi pabrik di lokasi produksi, akan tetap menjadi perhatian Indonesia.

Selain STC offensive ke Uni Eropa dan India, Indonesia kembali menerima STC defensive terkait Penerapan PP No. 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian dan UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Indonesia diminta konsisten memenuhi kewajiban untuk memberikan notifikasi peraturan turunan dari PP No. 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian dan UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dalam bentuk rancangan peraturan, sehingga dapat memberi waktu kepada Anggota WTO untuk menyampaikan komentar juga tanggapan, yang selanjutnya dapat menjadi pertimbangan sebelum disahkannya peraturan turunan dari regulasi-regulasi tersebut.

Dalam sidang ini, turut mendampingi Delegasi Indonesia yaitu Counsellor - Koordinator Fungsi, Novi Dwi Ratnasari dan Atase Perdagangan, Danang Prasta Danial yang merupakan perwakilan dari PTRI Jenewa yang hadir secara in-person, beserta Perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan POM, serta BPJPH melalui aplikasi Interprefy. (notif-SPSPK/Red: PjA - Humas)

 

 

 

 




­