Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Sekali Lagi, Produk China Kian Menggurita

  • Kamis, 21 April 2011
  • 1497 kali
Kliping Berita

INILAH.COM, Jakarta - Alangkah lemahnya otoritas pemerintah di mata mitra dagang asing. Pernyataan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru-baru ini menjelaskan betapa Indonesia dipandang sebelah mata. Rakyat pun seolah menerimanya.

Cermatilah pernyataan Kepala BPOM Kustantinah baru-baru ini. Menurut dia, dari ribuan produk makanan-minuman dan kosmetika asal China yang menyerbu Indonesia, hanya sekitar dua persen saja yang terdaftar dan berizin edar BPOM. Dengan kata lain, 98% produk-produk asal China belum terdaftar di BPOM yang secara lugas berarti belum tentu aman dipakai atau dikonsumsi.

Yang juga menghentak dada, menurut Kustantinah, dua persen itu baru merupakan proporsi untuk produk makanan-minuman dan kosmetika yang memang ditangani BPOM. Beragam produk lain berjumlah ribuan yang tak terkait lembaga itu, otomatis akan membuat angka itu lebih mengerikan lagi.

Mencermati pernyataan tersebut, gampang tersimpulkan bahwa pemerintah mengesankan kekurangpedulian. Padahal, kurang peduli dalam hal ini berarti mengundang ‘mati’.

Lihatlah angka-angka perdagangan RI-China, terutama setelah pemberlakuan sistem perdagangan bebas atau ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), Januari 2010 lalu. Pemberlakuan aturan itu benar-benar merupakan kado tahun baru yang pahit bagi Indonesia.

Betapa tidak, sebelum berlakunya aturan itu, kita melihat betapa produk China datang bagai serbuan air bah. Barang-barang murah dengan segera memepet produk lokal ke pinggiran, bahkan kemudian mengeluarkannya dari pasar. Wajar karena konsumen selalu memilih barang yang lebih murah.

Pada saat-saat awal pemberlakuan itu, asosiasi usaha kecil menengah (UKM) bahkan memperkirakan akan terjadi pemutusan hubungan kerja massal karena saat itu sudah 75 persen pasar domestik dikuasai produk China. Entahlah kemudian, apakah kekuatiran itu terjadi atau tidak.

Yang jelas, tahun lalu saja volume impor meubel Indonesia bertambah dan produk China menguasai 52% angka impor tersebut. Sebuah contoh getir bahkan bisa diungkap. Para perajin meubel rotan Cirebon, misalnya.

Dengan serbuan meubel ‘rotan plastik’ asal China yang diminati pasar karena kuat, mudah dibersihkan dan tetap mirip rotan, akhirnya para perajin meubel rotan Cirebon pun ikut-ikutan memproduksi meubel plastik itu. Cara yang tentu saja mengingkari keunggulan daya saing kita yang berkelimpahan rotan alam Kalimantan dan Sulawesi.

Benar, hingga saat ini masih ada kalangan konsumen yang menghindari produk China. Terutama karena mutu produknya yang dalam beberapa hal payah. Tetapi seiring kian ketatnya pemerintah Indonesia memberlakukan standar bagi produk asal Cina, mereka pun mengeliat.

Terakhir, terdengar kabar bahwa industri China memborong dokumen standar nasional Indonesia (SNI). Tak tanggung-tanggung, menurut Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Bambang Setiadi, pengusaha China telah membeli 670 SNI agar bisa diaplikasikan ke produk mereka.

Bambang mengaku, tak bisa menahan upaya China membeli dokumen SNI. Dalam perdagangan internasional, suatu negara diperbolehkan untuk membeli dokumen atau buku standar negara lain demi memperbaiki mutu produk yang mereka hasilkan.

Alhasil, ke depan Indonesia akan makin susah menolak produk China dengan alasan standar yang buruk. Setelah mempelajari, menerapkan dan mau tak mau akan bercap ‘SNI’, tak ada yang bisa dilakukan untuk menolak barang masuk tersebut.

Kita tahu, pemerintah telah memiliki 11 langkah di Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 untuk menangani serbuan produk impor demi menjaga kesinambungan industri asional. Persolannya, kita tak yakin kesebelas langkah itu telah dilakukan optimal. [mdr]

Sumber : Inilah.com, Kamis 21 April 2011
Link : http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1439002/sekali-lagi-produk-china-kian-menggurita




­