Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Budaya Kerja Mendukung Reformasi Birokrasi

  • Kamis, 30 Oktober 2014
  • 7641 kali



Badan Standardisasi Nasional (BSN) melalui Bagian Organisasi dan Kepegawaian menyelenggarakan Focus Group Discussion Budaya Kerja dalam Mendukung Reformasi Birokrasi di Ruang Sonokeling, Jakarta pada Rabu (30/10/2014). Acara dibuka oleh Sekretaris Utama BSN, Puji Winarni dengan menghadirkan narasumber  Kepala BagianTata Usaha /Management Representative Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Penguian-LIPI, Mohamad Tomtom Makmur.


Dalam kesempatan tersebut, Tomtom mengatakan budaya kerja berdasarkan Permenpan & RB Nomor 39 Tahun 2012, diartikan sebagai sikap dan perilaku individu dan kelompok yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Pada prakteknya, budaya kerja diturunkan dari budaya organisasi. Budaya kerja merupakan suatu komitmen organisasi, dalam upaya membangun sumber daya manusia, proses kerja, dan hasil kerja yang lebih baik. Budaya kerja berkaitan erat dengan perilaku dalam menyelesaikan pekerjaan. Perilaku ini merupakan cerminan dari sikap kerja yang didasari oleh nilai-nilai dan norma-norma yang dimiliki oleh setiap individu.

Budaya kerja juga sangat mendukung reformasi birokasi yakni dapat meningkatkan kualitas kinerja organisasi serta membentuk SDM aparatur yang profesional.  Diharapkan pada tahun 2025, menjadi pemerintahan kelas dunia. Yaitu, pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi, yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis serta diharapkan mampu menghadapi tantangan pada abad ke-21 melalui tata pemerintahan yang baik. Oleh karenanya, Tomtom mengungkapkan diperlukan perubahan paradigma yang memberikan kemungkinan ditemukannya terobosan atau pemikiran baru, diluar kebiasaan/rutinitas yang ada dan perubahan pola pikir dan budaya kerja.



Menurut Tomtom budaya kerja perlu dilakukan dikarenakan,  berubah bukan karena yang lama, “buruk? atau ?salah? tetapi, yang lama sudah tidak relevan, tidak kontekstual; supaya tidak menjadi korban perubahan; serta berubah untuk “memegang kendali” dalam proses perubahan.

Sebenarnya, tambah Tomtom untuk berubah sederhana, yang diperlukan adalah memahami budaya orang lain. Dan perlu berpikir out of the box sehingga dapat terwujud pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN, terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, serta meningkatknya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. 

Untuk merubah budaya kerja, lanjut Tomtom pegawai harus tahu, paham, bersedia, komitmen dan tindakan. Dengan demikian diperlukan komunikasi yang baik dan tepat untuk merubah budaya organisasi. 



Tidak banyak individu atau organisasi menyukai adanya perubahan, namun perubahan tak bisa dihindari, harus dihadapi. Untuk itu, diperlukan satu pengelolaan perubahan agar proses dan dampak perubahan dapat diarahkan pada titik perubahan yang positif. Dan pada akhirnya diperlukan kecerdasan emosional untuk membentuk dan memelihara integritas dan loyalitas terhadap implementasi RB. 

Melalui acara yang dihadiri oleh pejabat eselon 4 di lingkungan BSN ini diharapkan dapat menciptakan organisasi pemerintahan yang berkelas dunia, profesional dan berorientasi kepada pelayanan publik yang pada akhirnya menjadikan Indonesia lebih baik. (nda/dok foto : ndres)




­