Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Pentingnya SNI Manajemen Risiko untuk Sektor Publik

  • Rabu, 22 Maret 2017
  • 4194 kali

Semenjak menjadi perusahaan publik yang bergerak di bidang transportasi massal, unsur keselamatan telah menjadi tuntutan dan prioritas nomor satu dalam pelayanan PT. KAI (Kereta Api Indonesia) Persero. Dari jargon inilah yang menuntut PT. KAI agar selalu mempertimbangkan risiko dalam menjalankan proses bisnis perusahaan dan memenuhi tuntutan pelanggannya.


Concern terhadap aspek risiko bermula pada tahun 2006, yakni ketika PT. KAI menyusun Petunjuk Pelaksanaan Manajemen Risiko (PPMR) yang dikelola oleh Pusat Keselamatan (Puskel). Kemudian di tahun 2008, dibentuk Traktat Pengelolaan Risiko PT. KAI, yang mengatur tentang Prinsip-prinsip Tatakelola Risiko Korporat. Tahun 2009, PPMR direvisi menjadi PP Manajemen Risiko Kereta Api (MaRisKA) dan dilakukan pemisahan fungsi manajemen risiko dari Pusat Keselamatan menjadi Pusat Manajemen Risiko (PMR). Selanjutnya di tahun 2010-2015, dengan adanya ekspansi bisnis dan transformasi yang cukup besar pada PT. KAI, ruang lingkup PMR sementara difokuskan hanya pada risiko investasi dengan nilai  lebih dari 1 Milyar Rupiah.

 



Setelah itu, mulai tahun 2015-2017 PMR kembali menjalankan fungsinya secara penuh sesuai Traktat tahun 2008 dengan tidak hanya mengelola risiko investasi, namun SHE, IT Security, Quality risk, Legal, Kerjasama aset, dan internal audit. Pada tahun tersebut, PT. KAI telah melakukan penyiapan infrastruktur untuk mewujudkan Enterprise Risk Management (ERM) berbasis ISO 31000:2009, Risk management - Principles and guidelines, antara lain dengan penyusunan pedoman dan pelaksanaan sosialisasi. Dengan adanya Surat Keputusan Direksi tentang Implementasi ERM, pelaksanaan penerapan ERM tahap 1 dimulai untuk lingkup kantor pusat, Daop (Daerah operasi) 1 dan Daop 2.


Pada dasarnya, selama ini PT. KAI sudah mengelola risiko yang dihadapi, hanya saja masih dilakukan sektoral oleh masing-masing unit. Saat ini, unit-unit yang telah konsisten melakukan pengelolaan risiko antara lain unit SHE yang menangani risiko keselamatan penumpang, unit IT Security yang menangani risiko terkait keamanan teknologi informasi, dan unit kerjasama aset yang menangani pendapatan perusahaan dari sumber aset. Dengan pendekatan ERM ini, PT KAI akhirnya juga memasukkan unsur Strategic risk, Operasional risk, Business risk, dan Financial risk, karena sangat berpengaruh pada keberlangsungan bisnis PT KAI di masa datang, termasuk peningkatan  customer value.

 


Oleh karena itu, PT. KAI menyusun pedoman ERM untuk mencapai adanya integrasi pengelolaan risiko antarproses bisnis dan korelasinya antar unit dengan keberlangsungan hidup perusahaan. Keinginan tersebut juga mendapat dukungan pemerintah dengan terbitnya Permen BUMN Nomor 01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara pasal 25 (2) menyatakan bahwa “Direksi wajib membangun dan melaksanakan program manajemen risiko korporasi secara terpadu yang merupakan bagian dari pelaksanaan program GCG’.


Dalam rangka curah pendapat dan mendapatkan masukan terkait penyusunan rancangan SNI manajemen risiko untuk sektor publik, tim dari Pusat Perumusan Standar BSN,  yang dipimpin oleh Kepala Bidang Lingkungan dan Serbaneka, Hendro Kusumo, melakukan kunjungan ke kantor pusat PT. KAI di Bandung (21/03) bersama Ketua Komite Teknis 03-10 Perumusan SNI Manajemen Risiko, DR Antonius Alijoyo yang didampingi oleh beberapa anggota Komtek. Kunjungan ini disambut oleh Heldy Harsono, Vice President Dissemination and Risk Management Procedures, yang didampingi seluruh jajaran yang terkait di PT KAI. Dalam kesempatan ini, Hendro menyampaikan pemaparan tentang standardisasi dan penilaian kesesuaian menurut UU No. 20/2014 dan keterkaitannya dengan pengembangan SNI dan keterlibatan pemangku kepentingan di dalamnya.


Ketua Komtek menekankan bahwa keberhasilan penerapan ERM harus memperhatikan tiga pilar utama dalam manajemen risiko, yaitu prinsip; framework (kebijakan organisasi) dan proses. Oleh karena itu, untuk dapat mengimplementasikan manajemen risiko berbasis penerapan seri standar SNI ISO 31000 secara efektif dan dapat diukur tingkat kematangannya, diperlukan adanya standar turunan yang lebih detail, salah satunya adalah pengembangan rancangan SNI Manajemen Risiko untuk Sektor Publik. Selain sektor transportasi, sektor publik fundamental yang penting untuk pengelolaan risiko antara lain sektor keuangan, sektor kesehatan, dan sektor ketenagakerjaan. Rombongan BSN juga mendapat kesempatan untuk mengunjungi ruang pengendalian operasi kereta api yang sedang berlangsung di seluruh daop yang ada di Indonesia. (HK/Pit)





­