Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

INDONESIA MEMPERJUANGKAN MINYAK KELAPA SAWIT (CPO) MELALUI FORUM TECHNICAL BARRIER TO TRADE (TBT) WTO

  • Senin, 25 Juni 2018
  • 4377 kali

Indonesia kembali menyampaikan keprihatinan kepada EU terkait rencana amandemen Renewable Energy Directive (RED) yang dipandang berpotensi buruk terhadap ekspor minyak kelapa sawit dan produk turunannya serta biofuel ke pasar Uni Eropa. Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Penelitian dan Kerjasama Standardisasi, sebagai Ketua Delegasi RI Indonesia pada Pertemuan Komite TBT WTO yang diselenggarakan tanggal 19-21 Juni 2018 di Jenewa dan mendapat dukungan dari anggota WTO lainnya seperti Equador, Malaysia, Guatemala, Honduras, Costa Rica dan Thailand.

Sebagaimana diketahui, Uni Eropa saat ini sedang dalam proses mengamandemen RED sebagai upaya untuk mendiversifikasi persediaan energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca di wilayah Uni Eropa melalui penggunaan energi terbarukan. Pada tahun 2030 nanti, 32% sumber energi di Uni Eropa akan berasal dari energi terbarukan dan guna mencapai komitimen tersebut, Uni Eropa berencana menghapus kontribusi minyak kelapa sawit (biofuel) sebagai salah satu sumber energi terbarukan.

Indonesia memandang bahwa kebijakan tersebut bersifat diskriminatif dan seharusnya tidak diberlakukan hanya terhadap minyak kelapa sawit, namun juga diberlakukan bagi seluruh minyak nabati lainnya, termasuk produk unggulan Uni Eropa seperti rapeseed serta produk sejenis lainnya. Indonesia juga menyampaikan keprihatinan atas ketidakjelasan dan minimnya transparansi yang dilakukan oleh Uni Eropa terkait penanganan amandemen RED.  Indonesia mendesak Uni Eropa untuk menotifikasi amandemen proposal tersebut sehingga anggota WTO dapat secara resmi menyampaikan tanggapannya serta meminta Uni Eropa untuk lebih transparan dalam pembahasannya nanti. Indonesia berpegang pada prinsip dasar WTO yang mewajibkan seluruh anggota WTO untuk memberikan perlakuan setara terhadap produk sejenis, baik yang diproduksi secara domestik maupun diimpor. 

Selain itu, Indonesia juga menyampaikan keprihatinan atas kebebasan penggunaan label “palm oil free” oleh sejumlah perusahaan produk makanan di Uni Eropa. Kebebasan tanpa parameter terukur tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan kebingungan dan kesalahpahaman pada konsumen. Dalam hal ini, Indonesia meminta Uni Eropa untuk konsisten dalam pengawasan terhadap pelabelan yang tidak didasarkan atas bukti bukti ilmiah.

Dalam sidang kali ini, anggota WTO kembali mempertanyakan kebijakan penerapan SNI mainan anak (Jepang, EU dan USA), implementasi Undang Undang Jaminan Halal (EU, USA, Brazil, Australia), standar keamanan dan kualitas minuman beralkohol (Mexico), dan pemberlakukan SNI wajib untuk biskuit (Switzerland).  Selain itu, Indonesia juga melakukan pertemuan bilateral dengan Meksiko, Uni Eropa, Amerika Serikat yang selain membahas isu-isu tersebut, juga membahas berbagai pertanyaan terkait kebijakan Indonesia dalam hal kewajiban pencantuman informasi gula, garam, dan lemak pada produk makanan dan minuman, ketentuan terkait kosmetik, dan pengawasan kualitas impor wine. Dalam keseluruhan acara tersebut, Indonesia menyampaikan perkembangan terakhir atas isu-isu yang dipertanyakan dan mencatat beberapa hal yang perlu dikomunikasikan dikonfirmasikan lebih lanjut kepada K/L terkait yang bertanggung jawab.

Sebagai bagian dari rangkaian Sidang TBT juga telah dilakukan Eight Triennial Review dimana anggota WTO menyampaikan proposalnya yang mencakup transparansi, Operation of Committee, Good Regulatory Practices (GRP), Conformity Assessment dan Technical Assistance. DELRI menyampaikan pandangan dan dukungannya terhadap upaya peningkatan transparansi, peningkatan efektifitas kerja Komite TBT, dan pelaksanaan penilaian kesesuaian dengan memperhatikan aturan dan regulasi nasional.

Delegasi Indonesia dalam sidang kali ini terdiri dari BSN, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan PTRI Jenewa. Sidang mendatang akan berlangsung bulan November 2018 di Jenewa. (pks)




­