Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Produksi Dunia Surplus, Pasar RI Terancam. Airlangga Minta Industri Pakai Baja Buatan Lokal

  • Selasa, 26 Juni 2018
  • 1648 kali




Pemerintah bertekad untuk melindungi industri baja dalam negeri dari serbuan produk impor seiring dengan melonjaknya kapasitas produksi global. Salah satunya caranya, menggenjot penggunaan baja lokal.

MENTERI Perindustrian Air­langga Hartarto mengatakan, in­dustri baja merupakan komponen dasar pertumbuhan ekonomi di setiap negara. Bahkan, industri baja disebut sebagai the mother of industries yang merupakan tulang punggung bagi sektor permesinan, otomotif, maritim, serta elektronik.

"Karena itu pasar industri baja perlu dilindungi," ujarnya di acara The South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI) 2018 Conference and Exhibition di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, produsen baja di negara-negara berkembang tengah mengantisipasi kelebihan kapasitas baja global yang men­galami surplus terhadap kapasitas produksi hingga 700 juta metrik lon pada tahun lalu. Pada 2017, produksi crude steel secara, global mencapai 1,7 miliar ton dan 50 persennya berasal dari China. Sementara Asia Tenggara cuma menghasilkan 15 persennya.

Kondisi tersebut diprediksi bakal berdampak pada harga, tingkat utilisasi.dan keuntungan produsen baja. "Keberlangsun­gan industri juga terancam. Ini berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat," tuturnya.

Menurut Ketua Umum Partai Golkar ini,Amerika Serikat AS sebagai negara utama konsumen baja juga berencana melindungi industri baja domestiknya den­gan menaikkan tarif bea masuk untuk produk baja impor sebesar 25 persen. Kebijakan Negeri Paman Sara ini dinilai akan mempengaruhi permintaan dan penawaran baja di pasar global. Efeknya juga akan dirasakan oleh produsen baja di negara-negara berkembang.

Sebab, negara produsen baja utama lainnya, seperti Jepang, India dan Korea Selatan bisa membanjiri pasar Asia Teng­gara. "Ini menjadi tantangan bagi kita untuk bersama-sama mengantisipasi hal yang akan terjadi di pasar domestik dalam waktu dekat," paparnya.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat kebutu­han crude steel (baja kasar) na­sional saat ini hampir mencapai 14 juta ton. Sementara produksi crude steel dalam negeri hanya 8-9 juta ton per tahun. Sisanya dipasok dari China. Jepang. Korea Selatan, Taiwan, India, dan lain-lain.

Oleh karena itu, Kemenperin semakin memacu peningkatan kapasitas produksi industri baja nasional. Salah satu caranya adalah mendorong percepatan pembangunan klaster indus­tri baja, misalnya di Cilegon. Banten yang ditargetkan dapat memproduksi hingga 10 juta ton baja pada 2025 dan klaster industri baja di Batulicin. Kali­mantan Selatan dan Morowali. Sulawesi Tengah.

Untuk melindungi industri baja dalam negeri dari serbuan impor. Airlangga juga mendorong penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada proyek infrastruktur di Tanah Air. "Konsumen utama produk baja adalah sektor infrastruktur dan konstruksi, yang mencapai 80 persen dari total permintaan domestik, atau setara dengan 9,6 juta ton per tahun." ujarnya.

Selain itu, Kemenperin juga menerapkan SNI untuk produk baja. "Saat ini, terdapat 28 SNI wajib untuk produk baja agar meningkatkan kualitas dan keamanan di industri baja dalam negeri," imbuhnya.

Pada kesempatan yang sama. Ketua Umum Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (The Indonesian Iron and Steel In­dustries Association/ISIA) Mas Wigrantoro Roes Setiyadi men­gatakan, peluang industri baja nasional untuk mengembangkan biSNIsnya masih sangat besar. Namun. industri baja lokal masih membutuhkan solusi jangka panjang untuk menyeimbangkan kemampuan sektor hulu dan hilir agar semakin terintegrasi.

"Data terakhir SEAISI menun­jukkan peningkatan konsumsi baja yang signifikan, dari 12.67 juta ton di 2016 menjadi 1339 juta ton pada 2017." ungkapnya.

Dia berharap, event SEAISI Conference and Exhibition da­pat meningkatkan kemitraan biSNIs yang lebih baik melalui kesepakatan transaksi biSNIs, dan saling berbagi informasi dalam menjawab tantangan isu di sektor industri baja. "Dengan begitu industri kita bisa maju." katanya. men

SUMBER : Rakyat Merdeka, 26 Juni 2018




­