Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Produk UKM Belum Terganggu Implementasi AC-FTA

  • Senin, 11 Januari 2010
  • 1278 kali

BANDUNG - Menteri Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) Sjarifuddin Hasan mengatakan, kinerja usaha kecil dan menengah (UKM) belum terpengaruh pelaksanaan kesepakatan perdagangan bebas antara Asean dengan Tiongkok (Asean-China Free Trade Agreement/AC-FTA). Produk yang dihasilkan UKM tetap bisa bertahan dalam persaingan dengan produk impor, khususnya Tiongkok.

"Mereka (pelaku UKM) siap, tidak ada masalah, tidak ada perbedaan (dari sebelum pelaksanaan AC-FTA). Jadi, saya pikir mereka tetap bisa bertahan dan siap untuk bersaing," kata Sjarif seusai melakukan sidak pasar dan beberapa pabrik sepatu, tas dan dompet, di kawasan Cibaduyut, Bandung, Sabtu (9/1).

Menurut Sjarif, pelaku UKM optimistis mampu bertahan dalam persaingan dengan produk impor, khususnya dari Tiongkok. Itu terindikasi dari tingkat penjualan produk lokal yang lebih banyak dibanding produk impor dari Tiongkok, sekalipun harga beberapa produk dari Negeri Tirai Bambu itu lebih murah.

"Produk Tiongkok ini relatif lebih murah, tetapi kualitasnya tidak begitu bagus, sehingga konsumen lebih banyak memilih produk buatan Indonesia, seperti produk Cibaduyut," papar dia seusai memantau langsung dan mewawancarai pelaku usaha di Cibaduyut.

Namun demikian, kata Sjarif, pihaknya tetap akan berupaya meminimalisasi dampak negatif AC-FTA. Itu dilakukan melalui advokasi dan pendampingan pelaku KUKM. Selain itu, pemerintah akan membantu UMKM untuk meningkatkan daya saing mereka.

"Saya tegaskan lagi, kami perlu meningkatkan daya saing, competitive product, kualitas, produktivitas, cost of fund juga harus ditekan, serta efisiensi harus ditingkatkan. Kami siapkan agar produk lokal bisa bersaing," jelas dia.

Kendala Permodalan
Di sisi lain, para pelaku UKM di Cibaduyut mengakui, kendala mereka untuk melakukan ekspansi usaha adalah modal. Sebagian besar dari mereka mengeluhkan sulitnya memperoleh pendanaan untuk modal usaha.

"Walau pun ada program kredit usaha rakyat (KUR), tetapi prosedurnya dinilai masih seperti pinjaman komersial. Kami butuh agar prosedurnya tidak terlalu berbelit-belit, seperti di bank," kata Manajer Produksi Usaha Sepatu Grutty Yuis NS.

Menanggapi itu, Menteri KUKM mengatakan, pihaknya akan mengupayakan prosedur untuk memperoleh pendanaan yang lebih mudah bagi para pelaku usaha. Saat ini, kata dia, pemerintah sudah meningkatkan revitalisasi untuk KUR sebesar Rp 20 triliun per tahun. Selain itu, bunga KUR sudah dikurangi yakni untuk nonmikro menjadi 14% dari 16% dan mikro menjadi 22% dari 24%.

"Memang ada pelaku UKM mengeluhkan kredit, tetapi kan untuk 2010 dan lima tahun ke depan ini, pemerintah sudah memberikan banyak kelonggaran dan kemudahan," tambah dia.

Terkait keluhan sulitnya memperoleh sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk Cibaduyut, Menkop mengungkapkan, pihaknya siap mengupayakan kemudahan bagi pembuatan SNI.

"Saya akan berkoordinasi dengan Menteri Perindustrian, supaya Kementerian Perindustrian bisa memberikan sertifikasi SNI tanpa birokrasi (yang rumit), harus secepatnya, kalau perlu dalam waktu satu hari sudah bisa selesai," jelas dia.

Sementara itu, Syamruddin, salah satu pelaku UKM di Cibaduyut mengakui, selama ini konsumen meragukan keamanan dan kenyamanan penggunaan produk mereka, karena tanpa sertifikasi SNI.

"Kalau SNI-nya bisa dibuat akan lebih mudah untuk memperluas pangsa pasar, karena harga produk kami masih bersaing, sementara kualitasnya sudah bagus," papar dia. (c!31)

Sumber : Investor, Senin 11 Januari 2010, Hal.16




­