Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Sumut perketat pengawasan produk China

  • Rabu, 13 Januari 2010
  • 1325 kali

MEDAN: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatra Utara dapat mencabut surat izin pedagang yang kedapatan menjual produk ilegal asal China.

Anna Ritonga, Kepala seksi Sarana Perdagangan Promosi dan Perlindungan Konsumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut, mengungkapkan pengawasan terhadap barang yang terindikasi ilegal diperketat guna mengantisipasi derasnya barang impor asal China setelah pemberlakuan Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA).

Pemprov Sumut membentuk tim pengawasan barang beredar terdiri dari Disperindag, Biro Perekonomian, Balai POM, dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sumut. Daerah yang umumnya banyak menjual produk China ilegal, seperti di Jalan Thamrin, Jalan Asia, Pasar Petisah, dan sejumlah pasar tradisional.

"Jika nantinya ditemukan barang ilegal dari China, kami tidak hanya memberikan peringatan sampai tiga kali kepada pedagang. SIUP- nya bisa ditinjau kembali," tegasnya kemarin.

Disperindag Sumut, sambungnya, akan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke beberapa daerah di Medan yang banyak menjual barang dari China pada pekan ketiga bulan ini.

Dia menjelaskan sidak terutama untuk makanan dan barang elektronika. Untuk barang elektronika akan diperiksa label Standar Nasional Indonesia (SNI), petunjuk penggunaan pemakaian, suku cadang, dan layanan purna jualnya. Untuk makanan terkait dengan pemberian label halal.

Selain itu, sambung Anna, tim pengawasan barang beredar juga akan melakukan sidak ke toko-toko dan supermarket, meskipun biasanya super market kerap sudah mengetahui dahulu. Dia mencontohkan dari contoh barang yang diambil pada 2009 tidak ditemukan adanya barang-barang ilegal dari China.

Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut Laksamana Adyaksa mengatakan dampak dari diberlakukannya ACFTA akan mulai terasa pada 3 bulan mendatang.

"Sejujurnya harus diakui industri manufaktur kita masih belum siap menghadapi perdagangan bebas. Mereka masih memerlukan perlindungan dari pemerintah. Tidak bisa dipungkiri ancaman deindustrialisasi semakin mendekati kenyataan.''

Adyaksa mengemukakan saat ini banyak pelaku industri yang sedang mendata kembali beberapa produknya. Dia juga mempersoalkan peraturan daerah yang ternyata bermasalah. Sebanyak 406 perda dibatalkan oleh pemerintah pusat, termasuk perda di Sumut.

''Pembuatan perda kesannya tidak sinkron. Setelah diterbitkan kemudian muncul pembatalan. Sebelum perda diberlakukan sebaiknya disosialisasikan dahulu di kalangan pengusaha.'' (k34)
Sumber : Bisnis Indonesia, Rabu 13 Januari 2010, Hal.i12




­