Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Tabung 3 kg nonstandar marak edar

  • Jumat, 14 Mei 2010
  • 1580 kali
Kliping Berita

Harga baja SG-295 belum berubah

JAKARTA: Asosiasi Industri Tabung Baja (Asitab) mensinyalir peredaran tabung elpiji 3 kg nonstandar di tengah masyarakat semakin marak, sehingga memicu terjadinya risiko kecelakaan.

Padahal, pengadaan tabung itu merupakan proyek pemerintah untuk mengonversi energi minyak tanah ke gas, sehingga perlu diawasi ketat dari proses produksi hingga distribusinya.

Berbagai kasus ledakan tabung elpiji yang menimpa masyarakat akhir-akhir ini mengindikasikan peredaran tabung 3 kg nonstandar mulai marak.

Asitab memperkirakan volume produk tabung elpiji ilegal di pasar domestik sejak awal 2009 hingga 5 bulan pertama 2010 mencapai 10 juta unit. Banyaknya tabung nonstandar ditengarai akibat lemahnya pengawasan barang beredar oleh pemerintah.

Ketua Umum Asitab Tjiptadi mengatakan dari 70 perusahaan peserta tender tabung 3 kg untuk periode Mei, sebagian di antaranya ketahuan memproduksi tabung di luar ketentuan standar nasional Indonesia (SNI). Tabung-tabung itu bahkan langsung dijual ke pasar tanpa melalui PT Pertamina selaku distributor.

"Direktur Operasional PT Tabung Mas Murni (TMM) yang memiliki perusahaan pembuatan tabung di Tangerang diperiksa polisi karena ketahuan memproduksi tabung tak sesuai dengan spesifikasi SNI. Ini baru satu yang ketahuan. Kami khawatir masih banyak produsen lain yang melakukan hal yang sama," katanya kepada Bisnis kemarin.

Profil industri tabung gas terkait dengan program konversi BBM
Uraian Keterangan
Jumlah produsen 70 Perusahaan
Total kapasitas terpasang 10 juta unit per bulan
Total investasi Rp1,5 triliun
Sumber: Asitab, diolah

Padahal, untuk tender yang telah digelar sekitar April tahun ini, TMM mendapatkan jatah order tabung elpiji 3 kg sebanyak 79.000 unit. Selain mengancam keselamatan para pengguna tabung gas yang mayoritas masyarakat kelas menengah ke bawah, produk berkualitas rendah itu berpotensi mengancam eksistensi bisnis tabung baja, terutama skala kecil dan menengah.

Menurut Tjiptadi, tabung nonstandar sangat berisiko menimbulkan kecelakaan. "Tabung nonstandar ini telah menelan 11 korban di Kemayoran Jakarta, Palembang, dan Depok. Jika tetap dibiarkan, risiko kecelakaan akan semakin besar," katanya.

Dia menjelaskan tabung elpiji 3 kg yang standar biasanya menggunakan bahan baku baja canai panas (hot-rolled-coils/HRC) jenis SG-295 berketebalan 2,3 mm. Namun, tabung nonstandar justru menggunakan HRC jenis SPHC yang lebih tipis. Baja SPHC biasa digunakan untuk aksesori di bagian atas dan bawah tabung, bukan bodi tabung.

Harga tabung baja standar, jelasnya, ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perindustrian yang pada tahun ini masih Rp108.863 per unit, sedangkan harga tabung nonstandar hanya sekitar Rp60.000 per unit.

"Tabung baja nonstandar biasanya langsung didistribusikan produsen ke SPBE [stasiun pompa bahan bakar elpiji/filling station] secara kongkalikong. Masalahnya jadi semakin kompleks," katanya.

Investigasi

Dia mengatakan Asitab telah melakukan investigasi terhadap sejumlah sampel produk yang diduga kuat masuk secara ilegal. Berdasarkan hasil pengujian, kualitas tabung elpiji nonstandar itu jauh di bawah ketentuan SNI karena diproduksi tidak melalui proses yang semestinya.

"Dibandingkan dengan tabung yang diproduksi anggota Asitab, produk tabung ini ternyata tidak menggunakan baja standar yang diproduksi PT Krakatau Steel sehingga mudah bocor," katanya.

Pada tahun ini, katanya, Pertamina telah mengadakan tender produksi tabung elpiji sebesar 8 juta unit dari total produksi 15 juta unit. Delapan juta tabung tersebut akan dilimpahkan kepada 70 perusahaan tabung di dalam negeri. Sisanya, sekitar 7 juta unit akan diproduksi untuk tender periode berikutnya.

Untuk memproduksi 15 juta unit tabung produsen membutuhkan pasokan SG-295 sebanyak 60.000 ton. Meski harga baja meningkat siginifikan, jelasnya, KS berkomitmen untuk tidak menaikkan harga bahan baku SG-295. "Jadi, untuk pengadaan 8 juta unit tabung, harga tabung akan tetap kecuali kalau peningkatannya di atas 10%," katanya.

Sampai saat ini, harga baja SG-295 tetap di kisaran Rp8.975 per kg kendati harga baja telah melonjak 70% dari US$500 per ton pada Januari menjadi US$850 per ton pada Mei.

Tjiptadi mengakui untuk mengubah harga tabung 3 kg dibutuhkan surat keputusan Menteri Perindustrian sehingga produsen tak sembarangan menetapkan harga tabung 3 kg. (yusuf.waluyo@bisnis.co.id)

Oleh Yusuf Waluyo Jati
Sumber : Bisnis Indonesia, Jum’at 14 Mei 2010



­