Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Indopoly Bangun Pabrik Rp 450 M

  • Senin, 24 Mei 2010
  • 1656 kali
Kliping Berita

Oleh Fransiskus Dasa Saputra

PURWAKARTA - PT Indopoly Swakarsa Industry membangun pabrik kemasan plastik fleksibel jenis biaxily oriented polyester film (BOPET) berkapasitas 20 ribu ton setahun dengan investasi Rp 450 miliar di Purwakarta, Jawa Barat..

Pembangunan pabrik dimulai pada Mei 2010 dan direncanakan mulai berproduksi pada 2011.

Presiden Direktur Indopoly Henry Halim mengatakan, permintaan kemasan plastik fleksibel di pasar ekspor dan domestik terus meningkat. Dia menaksir pertumbuhan BOPET dan biaxially oriented polypropylene (BOPP) mencapai 7% per tahun hingga 2014.

"Sejalan dengan itu, kami akan terus berekspansi dan berinovasi untuk memenuhi meningkatnya volume permintaan terhadap flexible packaging film baikdi pasar domestik maupun internasional," katanya di sela-sela acara peletakan batu pertama pabrik di Purwakarta, akhir pekan lalu.

Acara ini dihadiri Menteri Perindustrian MS Hidayat dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wir-jawan.

Henry menerangkan, saat ini Indopoly mengoperasikan tiga pabrik, yakni di Cikampek dan dua di Tiongkok yang memproduksi biaxialfy oriented polypropylene (BOPP) dengan total kapasitas 80 ribu ton. Plastik kemasan BOPP dan BOPET digunakan untuk indursti makanan dan minuman, farmasi, rokok, deterjen, sampo, garmen, kosmetik. Selain itu, BOPET juga digunakan untuk kemasan produk elektronik.

Henry mengatakan, kebutuhan BOPP dalam negeri per tahun mencapai 150 ribu ton. Dari jumlah itu, Indopoly memasok sekitar 40 ribu ton.

Saat ini, kata dia, Indopoly memiliki 150 pelanggan di dalam dan luar negeri. Be-berapa klien kakap Indopoly antara lain Indofood, Unilever, Kraft Indonesia, Ajinomoto, Sasa, Djarum, Gudang Garam, HM Sampoerna, dan Phillip Morris.

Di sisi lain, MS Hidayat mengatakan, ekspansi Indopoly sejalan dengan terus bertum-buhnya industri kemasan plastik dalam lima tahun terakhir. Hal ini selaras dengan pertumbuhan industri pengguna kemasan plastik, seperti pangan, kimia, dan farmasi.

Hidyat mencatat, pertumbuhan rata-rata industri kemasan plastik di Indonesia mencapai 7-8% per tahun. Selain dipacu pertumbuhan industri pengguna, menguatnya struktur industri plastik hulu juga akan mendorong pertumbuhan industri kemasan plastik. "Konsumsi produk plastik per kapita per tahun Indonesia masih relatif kecil, yaitu baru mencapai 10 kilogram (kg) atau jauh dibanding negara tetangga. Di Thailand, misalnya, konsumsi sudah mencapai 45 kg, Malaysia 56 kg, dan Singapura 93 kg," ujamya.

Menurut Hidayat, produk plastik kemasan hingga kini masih dilindungi pemerintah dengan bea masuk (BM) 20%. Bahkan pemerintah juga mengenakan tarif bea masuk antidumping (BMAD) terhadap produk BOPP Thailand sebesar 10-15%.

"Kami memasukkan produk plastik sebagai kategori sensitif dalam ACFTA (Asean-China Free Trade Agreement), sehingga BM nya cukup tinggi," terangnya.

Hidayat menerangkan, dalam menghadapi ACFTA dan Asean Free Trade Area (AFTA), pemerintah akan memperkuat struktur industri plastik yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.

"Selain itu juga kami akan menciptakan iklim usaha yang kompetitif, kondusif dan harmonis serta penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap produk-produk plastik kemasan," ujarnya.

BKPM  Siapkan Insentif


Gita Wirjawan menambahkan, BKPM akan merumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat menopang indutrialisasi dengan skala besar, seperti kebijakan fiskal dan nonfiskal. Untuk mencapai target investasi pemerintah Rp 10 ribu triliun dalam lima tahun, BKPM juga akan fokus memperbaiki infrastruktur.

"Saya yakin target itu dapat tercapai dengan insentif dan perbaikan infrastruktur. Tanpa dua hal itu, kita sulit untuk maju," tegasnya.

Sumber : Investor Daily, Senin 24 Mei 2010, hal. 22.



­