Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

SNI hortikultura dipercepat

  • Rabu, 07 Juli 2010
  • 3626 kali
Kliping Berita

Komoditas organik dongkrak pasar ekspor


OLEH DIENA LESTARI

JAKARTA Pembudi daya hortikultura nasional perlu menerapkan kaidah pertanian yang baik (good agriculture practices/GAP) menyusul rencana percepatan penerapan standar nasional Indonesia (SNI) untuk komoditas ini.

Hal itu ditegaskan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian Achmad Dimyati kemarin yang mengatakan SNI untuk produk hortikultura direncanakan segera berlaku tahun depan untuk menjaga kualitas komoditas ini.

Menurut dia, peningkatan mutu produk buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka perlu diperbaiki melalui penerapan GAP. Ke depan, lanjut dia, perbaikan mutu akan dikuatkan dengan sistem SNI. Tanpa upaya itu, tegas dia, produk hortikultura tidak akan mampu menembus pasar inter-nasional. Apalagi, dia mengungkapkan neraca perdagangan produk ini yang menunjukkan ketimpangan besar antara volume ekspor dan impor sepanjang semester 1/2010.

"Impor memang masih terlalu tinggi sehingga memang selisihnya dengan ekspor juga tinggi," ujarnya di Jakarta kemarin. Dia menyatakan sebagai upaya untuk memperbesar angka ekspor adalah meningkatkan produksi dan keberlangsungan pasokan.

Selama ini eksportir selalu mengeluhkan angka produksi dan keberlangsungan pasokan buah dan sayur yang tidak stabil. Dirjen menyatakan ekspor produk hortikultura terus berfluktuasi sesuai permintaan pasar. Produk hortikultura yang diekspor adalah mangga, salah, nenas, manggis, raphis excelsa, dan sayuran dataran rendah dengan negara tujuan ekspor a.l. Belanda, China, Singapura, Korea, dan Ma-laysia.

Total realisasi volume ekspor pada semester 1/2010 tercapai sebesar 77,6 juta kilogram, dengan nilai ekspor mencapai US$80,654 juta. Sementara itu, realisasi volume impor total mencapai 367,1 juta kilogram senilai mencapai US$271,4 juta berupa kiwi, pear, apel, jeruk lokam, anggur, led, durian, kentang, bawang putih, dan wortel.

"Sebagai upaya menekan impor, pemerintan berupaya mengembangkan produk substitusi impor a.l. jeruk keprok, ape) ma-nalagi, pisang cavendish," ujar Dirjen. Kandungan kimia Di lain pihak, Ketua Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (Wamti) Agusdin Pulungan mengungkapkan produk buah dan sayur nasional sulit masuk ke pasar internasional karena penggunaan pupuk kimia yang berlebihan oleh petani.

"Ekspor menjadi susah karena kandungan kimia dalam buah dan sayur di Indonesia melebihi ambang batas yang dibolehkan internasional," katanya. Dia menjelaskan sejumlah negara tujuan ekspor hortikultura menerapkan peraturan ketat tentang batasan minimal kandungan kimia atau residu dalam produk hortikultura.

Aturan tersebut berdasarkan prinsip keamanan pangan yang ditangani dengan sistem Rapid Alerts System for Food and Feed (RASFF).

Terkait hal tersebut, Agusdin mengimbau pemerintah dapat menerapkan peraturan untukmembatasi penggunaan pupuk kimia di area pertanian.

Untuk mendukung itu. Kementerian Pertanian perlu menambah subsidi untuk pupuk nonkimia. (organik) karena selama ini subsidi untuk pupuk organik masih sangat sedikit.

"Karena itu, kalau produk hortikultura dapat menembus pasar internasional, harus menggunakan pupuk organik," tegasnya.

Selain kandungan kimia, Dimyati menuturkan saat ini terdapat tiga komoditas buah-buahan yang sulit untuk masuk ke pasar internasional, yakni mangga, manggis, dan pisang.

Produk tersebut terganjal masalah hama buah yang menyebabkan penolakan dari negara pembeli.

Pada buah mangga, misalnya, masalah umum adalah rentan terhadap hama lalat buah, sedangkan manggis bermasalah dengan getah kuning dan semut, serta pisang terkendala pada layu bakteri.

"Ini sedang diupayakan untuk dikendalikan. Dengan demikian, buah-buahan dan sayuran Indonesia mudah menembus pasar luar negeri," tukas Dimyati.

(diena.lestari@bisnis.co.id)

Sumber : Bisnis Indonesia, Rabu 7 Juli 2010, hal. i7.





­