Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

TPPI Investasi US$ 750 Juta

  • Kamis, 12 Januari 2012
  • 1524 kali
Kliping Berita

JAKARTA - Perusahaan Grup Tuban Petro, PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), berencana menambah satu pabrik kimia aromatik berkapasitas 500-600 ribu ton per tahun di Tuban, Jawa Timur. Dana yang akan diinvestasikan mencapai US$ 750 juta (Rp 6,85 triliun).

Presiden Direktur PT Tuban Petrochemical Industries (Tuban Petro) Amir Sambodo mengatakan, pembangunan pabrik akan dimulai tahun 2013, setelah semua kewajiban dan utang kepada PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), dan Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) diselesaikan.

"Setelah pabrik baru itu selesai dibangun, kapasitas produksi TPPI akan bertambah menjadi 1-1,3 juta ton," kata Amir di sela "Industrial Conference Indonesia Petrochemical and Plastic Industry Outlook 2012" di Jakarta, Rabu (11/1).

Menurut dia, pihaknya membutuhkan tambahan satu pabrik bah-an kimia aromatik lagi karena permintaan pasar yang terus meningkat. Perseroan saat ini memproduksi bahan kimia aromatik par-axykne, benzene, toluene, orthox-ylene, dan silene. Bahan kimia tersebut antara lain berguna untuk pewarna dan detergen sintetik, membuat kenyal busa, serta mem-produksi plastik dan serat sintetis.

Berdasarkan data Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik (Inaplas), saat ini, Indonesia memiliki empat jenis industri bahan kimia aromatik. Pertamina dan TPPI memproduksi paraxylene, dengan kemampuan total kapasitas 770 ribu ton per tahun. Dua perusahaan tersebut juga memproduksi benzene, dengan kapasitas produksi 461 ribu ton per tahun. TPPI juga memproduksi toluene dengan total kapasitas 75 ribu ton dan orthoxylene berkapasitas 80 ribu ton.
Amir melanjutkan, terkait penyela-saian utang, pada 28 Desember 2011, TPPI telah menandatangani kesepakatan restrukturisasi induk (master of restructing agreement/MRA) utang dengan Pertamina dan PPA. Intinya, dalam 75 hari hingga 23 Maret 2012, restrukturisasi utang TPPI sekitar Rp 17 triliun harus dituntaskan.

Seiring penyelesaian utang tersebut dengan dukungan kreditor Deutsche Bank, mulai Mei 2012, produksi TPPI pun diproyeksikan sudah bisa mencapai utilisasi 70%dari kapasitas yang tersedia. TPPI merupakan perusahaan petrokimia dan refinery terbesar di Asia Tenggara. Selain menghasilkan produk aromatik, pabrik perseroan juga memproduksi produk berkategori bahan bakar minyak (BBM), antara lain minyak tanah (kerosene) dan minyak diesel (solar).

Industri Plastik

Sementara itu, Dirjen Basis Industri Manufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto mengatakan, sektor industri manufaktur berbasis kimia nasional tumbuh sekitar 4% pada 2011 dan tahun 2012 diproyeksikan tumbuh sekitar 6%.

Pertumbuhan didorong oleh sejumlah faktor, antara lain penurunan bea masuk (BM) bahan baku kimia dari 15% menjadi 10% dan peningkatan produksi bahan baku di dalam negeri. "Industri ini akan tumbuh lebih baik tahun ini karena PT Pohtama Propindo (Poh/tama) yang merupakan anak usaha TPPI mulai memaksimalkan produksi," tutur dia.

Di sisi lain, lanjut Panggah, industri plastik juga akan terus meningkat. Saat ini, konsumsi plastik nasional masih sekitar 10 kilogram (kg) per kapita. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan Singapura yang telah mencapai 80 kg, Malaysia 64 kg, Thailand 42 kg, serta rata-rata di Eropa dan Amerika Serikat (AS) lebih dari 100 kg.

"Hal itu menunjukkan bahwa peluang industri plastik di dalam negeri masih besar," katanya.

Sementara itu, Kemenperin mencatat, saat ini, ada sekitar 925 produsen plastik di dalam negeri, dengan jumlah serapan tenaga kerja 37.327 orang. Kebutuhan plastik nasional sekitar 4,6 juta ton setahun, dengan peningkatan rata-rata 5% selama lima tahun terakhir. Sekitar 38,5% dari plastik dalam negeri digunakan untuk kemasan.

Panggah menegaskan, pihaknya terus mendorong penguatan industri plastik di Tanah Air, dengan memberikan fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP). Pemerintah juga mendorong berkembangnya industri petrokimia sebagai penopang utama industri plastik.

Sekjen Inaplas Fajar AD Budiyono menambahkan, tahun 2012, Indonesia masih akan mengimpor produk plastik 420 ribu ton. Angka tersebut naik dibandingkan tahun 2011 sekitar 405 ribu ton.

"Permintaannya terus naik meskipun ada sedikit penurunan karena Polytama sudah beroperasi. Impor antara lain berupa produk terpal, mainan anak, dan pipa," kata Fajar.

Ketua Umum Inaplas Amir Sambodo mengatakan, pemerintah harus segera menerapkan standar nasional Indonesia (SNI) wajib atas semua produk plastik yang beredar guna melindungi pasar dalam negeri. Di sisi lain, diajuga mengkritik proses verifikasi penerapan kebijakan, seperti BMDTP, antidumping, dan safeguard yang membutuhkan waktu terlalu lama.

"Padahal, industri hilir kita sudah menghadapi tekanan produk impor dan fluktuasi harga bahan baku," kata dia.

Sumber : Investor Daily, Kamis 12 Januari 2012, Hal 8




­