Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Subsidi converter kit sudah disiapkan

  • Senin, 16 Januari 2012
  • 948 kali
Kliping Berita

Pemerintah disarankan tunda pembatasan konsumsi BBM subsidi

JAKARTA Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menuturkan pemerintah telah menyiapkan anggaran hingga Rp3 triliun untuk pengadaan alat konversi bahan bakar minyak ke gas.

Anggaran Rp3 triliun itu a.l. dialokasikan dalam pagu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan akan digunakan untuk mendanai pengadaan 250.000 converter kit.

Pengadaan dalam negeri sudah mampu diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia dengan harga jual sekitar Rp 12 juta per unit. Selain itu, pemerintah juga membuka opsi impor untuk mempercepat pengadaan alat konversi dan terutama ditujukan bagi angkutan umum.

"Dananya sekitar Rp3 triliun semuanya disediakan dalam APBN," ujar Hatta dalam diskusi media kemarin.

Hatta menegaskan program pengadaan converter kit merupakan upaya implementasi kebijakan energi nasional yang mengarahkan energi pada sumber energi baru dan terbarukan, salah satu opsinya adalah gas.

Pada 2011, tambah Hatta, kebutuhan energi nasional mencapai 3,5 juta setara barel minyak (sbm), sedangkan pada 2025 diperkirakan mencapai 8 juta sbm. Saat ini, Indonesia sendiri telah memproduksi energi sebanyak 6 juta sbm, di mana 40% energi berbentuk gas dan 70% energi berbentuk batu bara.

"Kita harus menumbuhkan spirit menggunakan produksi dalam negeri kita, dengan catatan kualitas, harga dan standardisasi SNI. Ke depan kita butuh jutaan converter kit, ini peluang mengembangkan produksi domestik kita," tutur Hatta.

Menko Perekonomian jugamengutarakan opsi kenaikan harga BBM bersubsidi memungkinkan untuk diakomodasi dalam peraturan Perundang-undangan apabila keadaannya sangat mendesak.

Belum slap

Di tempat terpisah, ekonom mengimbau pemerintah untuk menunda kebijakan pembatasan bahan bakar minyak bersubsidi sampai menjalankan solusi yang tepat bagi kalangan usaha mikro, kecil dan menengah.

Anggito Abimanyu, ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan pemerintah sebaiknya menunda pembatasan BBM bersubsidi hingga September 2011.

Menurutnya, dalam waktu 6 bulan pemerintah harus menyiapkan langkah untuk mengurangi dampak negatif pembatasan BBM terhadap UMKM.

"Pemerintah perlu meninjau ulang pelaksanaan kebijakan 1 April 2012, sampai terdapat kepastian -mengenai target subsidi sudah memasukkan unsur-unsur kelompok menengah ke bawah," ujarnya dalam seminar bertajuk Evaluasi Kebijakan Pembatasan Subsidi BBM kemarin. Adapun, terdapat tiga solusi bagi UMKM, pertama, pemerintah memberikan subsidi pertamax sesuai daya beli dengan menetapkan batas atas.

Kedua, memberikan subsidi premium dengan mengubah pelat nomor kendaraan UMKM dari hitam menjadi kuning, sampai tersedianya bahan bakar gas (BBC).

Ketiga, lanjut dia, pemerintah memberikan insentif untuk UMKM dari anggaran penghematan subsidi. Kebijakan pembatasan baru bisa dilakukan hingga administrasi target subsidi kepada UMKM terlaksana.

Dia menjelaskan penundaan memang akan mengurangi penghematan anggaran sebesar Rp l3 triliun. Namun, manfaat sosial ekonomi jangka menengah akan lebih baik.

Berdasarkan kajian akademis, biaya produksi bulanan UMKM meningkat rata-rata 28% akili.it kenaikan BBM. Sebagian UMKM merespons pembatasan subsidi dengan menaikkan harga barang produksi. Hal tersebut bisa meningkatkan inflasi minimal 1%.

"Pada 2008, dampak kenaikan BBM 100% menyebabkan laba UMKM per bulan turun 18%, sedangkan penyerapan tenaga kerja oleh UMKM turun hingga 2,5%," ujarnya.

Jayan Sentanuhady, dosen Jurusan Teknik Mesin UGM, mengungkapkan pemerintah juga masih perlu menyiapkan infrastruktur BBC sebagai alternatif bahan bakar murah bagi kalangan menengah ke bawah.

"Pemerintah perlu memastikan ketersediaan infrastruktur BBG, serta sosialisasi safety education bagi pengguna," jelasnya. oi/o4/ 14) (mdaksi@bisnis.co.id)

Sumber : Bisnis Indonesia, Minggu 15 Januari 2012




­