Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Proteksi Belum Maksimal

  • Sabtu, 09 Januari 2010
  • 1444 kali

JAKARTA (SI) -Indonesia dinilai belum maksimal memanfaatkan hak-hak dalam per janjian perdagangan bebas. Hal ini diakui pemerintah lantaran rendahnya sosialisasi dari seluruh birokrasi terkait.

Padahal, menurut Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri Perdagangan Edy Putra Irawady, hak-hak dalam perjanjian internasional tersebut penting untuk mengamankan pasar dalam negeri dan seharusnya dimanfaatkan secara optimal.

"Namun memang kita akui, sosialisasi dari pemerintah masih kurang sehingga pemanfaatannya kurang," ujar dia di Jakarta kemarin.

Edy menuturkan, pengamanan pasar domestik seharusnya dilakukan dengan mengimplementasi hak-hak yang diberikan sehingga tidak perlu selalu membuat hambatan nontarif. Beberapa hak tersebut di antaranya hak soal dumping yang dimuat artikel 6 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). "Kita tidak pernah maksimal untuk memakainya," imbuh dia.

Lalu artikel 19 WTO mengenai emergency clause, yakni hak untuk melindungi industri-industri dalam negeri. Artinya, kata Edy,kalau industrinya masih kecil, pemerintah boleh melindungi untuk sementara waktu dari kesepakatan perdagangan bebas.

Kemudian artikel 20 WTO soal general acception. Misalnya Indonesia boleh melakukan pengaturan terkait produk impor dalam rangka kesehatan atau menjaga lingkungan. Di luar ini, Edy juga mengakui, banyak eksportir yang belum memanfaatkan fasilitas impor dari negara lain. Penyebabnya juga terkait persoalan sosialisasi yang tidak optimal.

Edy mencontohkan, negara-negara maju membebaskan tarif bea masuk bagi produk-produk impor seperti tenun, kerajinan, rajutan, dan jamu-jamuan dari negara berkembang. "Ini optimalisasinya kecil sekali," kata Edy.

Terkait inilah pemerintah bersama pelaku usaha membentuk tim penanggulangan masalah industri dan perdagangan. Tim ini diketuai Menko Perekonomian, lalu Menteri Perindustrian sebagai wakil ketua, Menteri Perdagangan sebagai wakil ketua II. Selain itu, Sekretaris Menko Perekonomian ditunjuk sebagai ketua pelaksana dan Edy Putra sebagai wakil. "Anggotanya eselon I terkait, dunia usaha, Kadin, dan Apindo," kata Edy.

Salah satu fokus kerja tim ini ada pada penguatan ekspor, termasuk mengamankan dampak perjanjian perdagangan bebas (FTA). Dalam hal ini, fokus tim tidak hanya pada FTA dengan ASEAN-China, tetapi juga dengan negara lain seperti Korea dan lndia yang juga terikat FTA. Tim juga akan berupaya mengamankan pasar dalam negeri, salah satunya terkait optimalisasi penggunaan hak-hak dalam perjanjian perdagangan bebas.

Terkait hambatan nontarif, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan mendorong penggunaan label Standar Nasional Indonesia (SNI) atas produk China yang masuk ke Indonesia. Selain produk impor langsung dari China, penerapan SNI juga didorong untuk diberlakukan pada produk buatan pabrik milik perusahaan China di Tanah Air.
"Penerapan SNI itu penting untuk menjadi semacam standardisasi produk yang masuk ke Indonesia sekaligus untuk memproteksi konsumen," kata Deputi Kementerian BUMN Bidang Pertambangan, Industri Strategis, Energi danTelekomunikasi Sahala Lumban Gaol di Jakarta kemarin.

Penerapan SNI bagi produk China dinilai penting karena barang-barang dari negara itu diketahui memiliki tingkatan kualitas beragam sehingga dapat merugikan konsumen. Produk China memiliki tingkatan kualitas yang secara umum dikenal dengan istilah KW1 hingga KW5. Pada tingkatan KW5, barang buatan China tersebut biasanya berharga paling murah, tapi juga memiliki kualitas rendah. Penerapan SNI diharapkan dapat melindungi konsumen dari produk-produk berkualitas rendah itu.

Disinggung mengenai dampak FTA pada BUMN, Sahala mengatakan bahwa sebagian akan ada yang merasakan dampak negatif, tapi ada pula yang sebaliknya. Dia mencontohkan PT Krakatau Steel, jika perdagangan bebas baja diloloskan, produk sejenis dari China berpotensi untuk mencuri pasar mereka.

"Kalau produk baja Krakatau Steel diadu dengan baja perusahaan China yang tidak pakai SNI, pasti kalah jauh harganya,padahal kualitasnya pasti menang," cetus Sahala.
(meutiarahmi/johanapurba)

Sumber : Koransindo, Sabtu 9 Januari 2010, Hal. 8




­