Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Menteri Koperasi siap gratiskan biaya SNI

  • Senin, 11 Januari 2010
  • 1357 kali

BANDUNG: Menteri Negara Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan berkomiten membantu industri kecil alas kaki mendapatkan sertifikat standar nasional Indonesia (SNI).

Langkah itu, menurutnya, diperlukan oleh produk lokal di tengah liberalisasi ACFTA (Asean China Free Trade Aggrement) meski produk perajin Indonesia itu dinilai lebih bersaing.

"Semua akan digratiskan dan kalau bisa 1 hari harus bisa selesai. Kami akan langsung berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian," ujar Menteri di sela-sela kunjungan ke sentra sepatu Cibaduyut, Bandung, akhir pekan lalu.
Kementerian Koperasi juga akan mendorong penguatan modal perajin, dan memastikan untuk mengubah pola penyaluran dana bergulir yang selama ini cenderung meniru gaya bank.

"Kita harus ubah mindset. Kalau selama ini cenderung meniru bank, sekarang tidak perlu," kata Menteri. Dana kelolaan LPDB sebesar Rp900 miliar, tetapi penyalurannya baru Rp239,8 miliar.
Menteri menilai ACFTA belum membawa dampak negatif bagi produk alas kaki dan tas Cibaduyut, karena jauh berkualitas dan tahan lama.

Namun, meski perajin sudah mampu bersaing dengan produk impor, mereka belum bisa meningkatkan produksinya pada saat permintaan pasar sangat besar.

Wasjud, Kepala Toko Grutty, mengatakan sepatu Cibaduyut sempat terpuruk pada 2000-2003 karena harganya kalah bersaing dengan produk selundupan China. Saat ini Grutty menjual sepatu, tas, hingga dompet, di mana 40% di antaranya merupakan produk China.

Budiman, pemilik Toko Sepatu Abadi Shoes Shop di ITC Mangga Dua, mengatakan sepatu dan produk kulit Indonesia masih lebih unggul dibandingkan dengan produk impor.

Produk yang dijual di ITC Mangga Dua kebanyakan diimpor dari China dan Korsel. "Namun, untuk sepatu dan sandal serta produk kulit masih lebih bagus produk lokal," ujarnya.

Wignyo Rahadi, pemilik usaha Tenun Gaya di Sukabumi, optimistis pasar tenun tidak akan terganggu oleh produk China. "Sejak 5 tahun lalu, tekstil China sudah masuk ke Indonesia. Tapi produk itu tidak mengurangi minat terhadap produk kami."

Menurutnya, dampak membanjirnya tekstil China akan dirasakan oleh produk yang membidik pasar masal, seperti batik cetak dan cap.

Ketua Umum Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia (ASEPHI) Rudy Lengkong mengatakan perajin Indonesia diuntungkan oleh beragam kebudayaan di negeri ini.

Sementara itu, pedagang dan petani apel lokal di Kota Batu tak cemas menghadapi ACFTA, karena selama ini kerap menghadapi serbuan apel impor. "Apel lokal sudah mempunyai pasar sendiri. Di mana sebagian besar apel kita diserap oleh pasar lokal," kata M. Toha, Sekretaris Pedagang Apel Kota Batu. (k25/ K38/Sepudin Zuhri/Ratna Ariyanti)
Oleh Moh. Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Senin 11 Januari 2010, Hal i9 
 




­